KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Tasawuf Dan
Siyasah
Dosen Pengampu: Drs. Abdullah Mahmud, M.Ag
Disusun oleh:
Ngadino (G000140019)
Sebastian
Wisnu Aji (G000140137)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muhammad bin
Abdullah atau Muhammad SAW merupakan manusia terbaik sepanjang zaman. Sosoknya
yang menjadi suri tauladan bagi umat manusia telah mengundang kekaguman semua
orang. Tak hanya umat islam yang mengakui kepribadian luhurnya, tetapi orang
non-muslim pun mengakuinya.
Sempat lama
menerima penindasan di Mekkah, yaitu boikot serta ancaman pembunuhan yang
mengakibatkan hambatan dalam menyebarkan agama islam, Muhammad SAW memutuskan hijrah ke beberapa
wilayah, sebelum akhirnya hijrah ke Madinah. Di Madinah inilah, ia berhasil
menyebarkan agama islam dengan bebas,
menciptakan masyarakat yang maju, dan memimpin negara.
Rasulullah SAW tak hanya berhasil dalam menyebarkan risalahnya,
dengan kecerdasan serta jiwa kepemimpinanya, ia beberapa kali berhasil memimpin
pasukan perang, menyatukan suku yang bertikai serta berhasil memimpin sebuah
negara. Beberapa langkah yang ia lakukan dalam memimpin sebuah negara adalah
adalah dengan disusunya piagam Madinah yang mendamaikan berbagai umat dan suku,
serta perjanjian Hudaibiyah dengan masyarakat Mekkah. Mayoritas ahli sejarah
mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah pendiri negara Madinah
B. Rumusan Masalah
Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam
memimpin umat islam dan negara?
C. Tujuan
Mengetahui Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan Nabi Muhammad
SAW dalam memimpin umat islam dan negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Nabi Muhammad Saw sebelum diutus menjadi Rasul
Rasulullah
mengalami pendidikan politik sejak umur 4 tahun. Saat umur 4-6 tahun, beliau
hidup bersama kakeknya Abdullah Muthalib. Pada masa itu ada yang namanya Forum
Darunnadwah (saat ini identik dengan sebutan parlemen), yaitu tempat
berkumpulnya para pembesar Suku Quraisy membahas permasalahan sukunya.
Rasulullah saat itu diajak oleh kakeknya dalam Forum Darunnadwah.
Pada umur 6-8
tahun, Rasulullah ikut bersama pamannya Abu Thalib. Ketika itu beliau mendapat
pendidikan leadership. Sebuah latihan untuk memimpin yaitu dengan menggembala
kambing. Pada saat beliau menggembala kambing, tidak hanya latihan kepemimpinan
yang beliau dapatkan, tetapi juga latihan mengatur/memanajemen sumber daya yang
dimiliki. Urusan menggembala kambing bukanlah perkara yang mudah, hal ini pula
mengapa para Rasul dahulunya adalah para penggembala.
Kemudian umur
8-13 tahun, Rasulullah saw. sudah mengetahui wawasan yang bersifat
internasional. Wawasan ini beliau dapatkan saat ikut berdagang ke Syiria.
Beliau mulai mempelajari karakter orang-orang mancanegara dari berbagai bangsa.
Umur 15-25
tahun, Rasulullah sudah terlibat dalam peperangan, perang antar suku, beliau
mulai belajar strategi perang. Beliaupun memiliki pengalaman diplomatik yang
sangat luar biasa, yaitu saat kasus peletakan Hajar Aswad. Saat itu hampir
terjadi permusuhan besar karena merebutkan hak untuk meletakkan Hajar Aswad
kembali ke tempatnya. Kecerdasan beliau dalam diplomatik terbukti, sehingga
menyebabkan beliau mendapatkan gelar tertinggi saat itu yaitu al-amin.
B. Nabi Muhammad Saw setelah diutus menjadi Rasul
Saat berusia 40 tahun, nabi Saw menerima wahyu dari Allah Swt saat
menyendiri di Gua Hira’. Sejak itu sang Rasul mulai menyebarkan risalahnya,
akan tetapi penyebaranya hanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Setelah umar
bin Khattab masuk islam, baru dakwah dilakukan secara terang-terangan. Hal itu
membuat kaum musyrik semakin kejam dalam menindas serta memboikot semua pemeluk
islam. Saat itu juga nabi Saw menyuruh para sahabat untuk hijrah ke Habsyah
serta berikutunya Nabi Saw pergi ke Thaif, akan tetapi tidak ada hasil yang
didapat.
Semua mulai berubah ketika Rasul Saw menemui kabilah-kabilah Arab
yang datang semasa musim haji (sebagaimana kebiasaan Baginda setiap tahun).
Baginda mengajak mereka kepada Islam dan menyeru mereka meninggalkan
penyembahan berhala. Ketika Baginda berada di Aqabah, salah satu tempat
melontar jamrah, Baginda telah menemui satu rombongan kaum Aus dan Khazraj.
Lantas Baginda mengajak mereka kepada Islam dan mereka menerimanya. Bilangan
mereka ketika itu ialah tujuh orang. Setelah itu mereka pulang ke Madinah, lalu
menceritakan kepada kaum mereka tentang pertemuan tersebut dan Islam yang
mereka anuti.
Pada tahun berikutnya, tahun ke-12 kerasulan, ketika musim haji, 12
orang lelaki Ansar telah datang ke Makkah. Mereka berhimpun dan berba’iat
dengan Nabi Saw. Mereka pulung ke Madinah bersama utusan Nabi Saw, Musab bin
Umair. Baginda mengutus beliau untuk membacakan al-Quran dan mengajarkan Islam
kepada orang Islam di sana. Dengan itu Islam berkembang luas di Madinah.
Pada tahun berikutnya (tahun ke-13 kerasulan), sekumpulan orang
Ansar telah datang pada musim haji. Mereka berhimpun dengan Nabi Saw secara
sembunyi-sembunyi. Jumlah merka adalah 70 orang lelaki dan dua orang wanita.
Mereka berba’iat untuk menolong dan mendukung Baginda, mempertahankan Baginda
sebagaimana mereka mempertahankan wanita dan anak-anak mereka sendiri. Mereka
pulang ke Madinah setelah Baginda memilih 12 orang ketua dari kalangan mereka
sebagai wakil kepada kaum mereka.[1]
C. Nabi Muhammad Saw Sebagai Pemimpin Negara Madinah
Bermula dari para jama’ah dari Yatsrib (sebelum berganti nama
menjadi Madinah) yang melakukan ibadah haji ke Mekkah, Rasulullah Saw
menyampakan ajaran kapada para pendatang itu. Dan diluar dugaan mereka tertarik
dengan ajakan Nabi Muhammad Saw, dengan mudah mereka menerima ajaran agama
islam. Hal ini berbeda dengan orang Mekkah yang sangat kejam dan tak
henti-hentinya memusuhi nabi serta para pengikutnya.
Setelah mengalami penindasan di Mekkah, dan beberapa penolakan di
Thaif serta Habsyah akhirnya nabi menerima wahyu untuk hijrah ke Madinah.
Disinilah awal kemajuan islam, masyarakat di Madinah berbondong-bondong menanti
serta menyambut kedatangan Rasulullah Saw dan sahabatnya dengan suka cita.
Sebuah tantangan besar saat Nabi Saw dihadapkan pada kenyataan bahwa terjadi
permusuhan antar suku seperti suku Aus dan Khajrat. Selain itu disana terdapat
kaum yahudi, kaum musyrikin serta kaum muslimin yang hidup dalam satu wilayah.
Beberapa hal yang dilakukan Nabi Muhammad Saw saat di Madinah
adalah sebagai berikut:
1. Mempersaudarakan kaum Muhajjirin dan kaum Anshor
Muhajjirin adalah
penduduk muslim mekkah yang berhijrah ke Madinah. Anshar adalah penduduk asli
Madinah yang menolong kaum Muhajjirin. Nabi muhammad Saw mempersatukan satu
orang Muhajjir dengan seorang Anshar.[2]
Para Muhajjir
umumnya datang tanpa membawa harta kekayaan, mereka meninggalkanya di Mekkah. Rasulullah
SAW memberikan pengertian kepada semua orang bahwa sesama muslim itu bersaudara,
maka sesama saudara harus saling menolong. Hal itu membuat masyarakat madinah
atau kaum Anshar menolong kaum Muhajjirin. Sebagai contoh adalah Abdurrahman
bin Auf yang dipersaudarakan dengan Sa’d bin ar-Rabi’. Sa’ad menawarkan
setengah hartanya kepada Abdurrahman bin Auf, tapi ia menolaknya. Setelah itu
Sa’d juga menawarkan istrinya, tapi Abdurrahman kembali menolaknya. Akhirnya ia
hanya meminta ditunjukkan jalan ke pasar. Setelah mengetahui tempat pasar,
Abdurrahman bin Auf mulai berdagang sehingga tak lama kemudian ia menjadi
pedagang yang kaya.
Selain Abdurrahman
bin Auf, ada beberapa Muhajjirin yang juga memulai bisnis perdagangan.
Persaudaraan yang terbina antara Muhajjirin dan Anshar berpengaruh kepada sekor
ekonomi. Kaum Muhajjirin sebagaimana lazimnya orang Mekkah mempunyai kompetensi
di sektor perdagangan. Sementara kaum Anshar lebih mempunyai keahlian di bidang
pertanian. Kombinasi antara kompetensi perdagangan dan pertanian ini belakangan
membawa kepada perekonomian Madinah yang lebih baik.[3]
2. Menyusun Piagam Madinah
Saat pertama kali
menginjakkan kaki di Madinah, Rasulullah Saw dihadapkan pada permusuhan antar
suku yang berkepanjangan seperti suku Aus dengan suku Khajrat. Hal ini
dimanfaatkan kaum Yahudi untuk mengambil keuntungan dari pertikaian kedua suku
tersebut. Kaum yahudi diantaranya terdiri dari bani Qainuqa, bani Quraidha,
bani Nadhir. Selain kaum Yahudi, di Madinah terdapat umat Nasrani juga.
Oleh karena situasi madinah yang jauh dari rasa aman dan
permusuhan diantara suku, maka Rasulullah Saw membuat kesepakatan antar berbagai
faksi yang ada di Madinah. Kesepakatan itu dikenal dengan al-shahifa
al-Madinah atau dalam istilah modern disebut sebagai piagam Madinah. Ini
merupakan konstitusi pertama negara muslim. Piagam Madinah ini bertujuan untuk
menciptakan suasana aman, damai dan tenteram dengan mengatur wilayah dalam satu
arahan. Maka, beliau menyusun undang-undang toleransi yang belum pernah ada di
dunia yang penuh dengan fanatisme kesukuan waktu itu.[4]
Kandungan “Piagam
Madinah” terdiri daripada 47 pasal, 23 pasal membicarakan tentang hubungan
antara umat Islam yaitu; antara Kaum Anshat dan Kaum Muhajirin. 24 pasal lain
membicarakan tentang hubungan umat Islam dengan umat lain, termasuk Yahudi. Pertemuan
tiga agama itu tidak membawa kepada kesatuan agama. Nabi SAW membebaskan kaum
Yahudi dan Nasrani tetap pada pendiriannya masing-masing. Nabi hanya mengajak
mereka untuk mengesakan Allah. Dalam kesehariannya, Nabi tidak pernah memusuhi
mereka. Mereka bebas melakukan aktivitas mereka masing-masing. Inilah kebijakan
yang ditempuh oleh Nabi yang berakibat tidak sedikit orang Yahudi dan Nasrani
kemudian memeluk Islam atas kesadaran
mereka sendiri yang pada akhirnya semakin memperkokoh keberadaan negara Madinah
yang dibangun Nabi SAW.[5]
3. Mengadakan perjanjian Hudaibiyah dengan kaum Quraisy
Perjanjian Hudaibiyah
adalah perjanjian antara kaum muslimin Madinah, dalam hal ini dipimpin oleh nabi
Muhammad SAW, dengan kaum musyrikin Mekah. Ini terjadi pada tahun ke-6 setelah
beliau hijrah dari Mekah ke Madinah. Perjanjian ini terjadi di lembah Hudaibiyah,
berada di pinggiran kota Mekah. Pada saat itu rombongan kaum muslimin yang
dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW hendak melakukan ibadah Haji. Namun
mereka dihalang- halangi masuk ke Mekah oleh suku Quraisy, penduduk Mekah.[6]
Sekilas isi
perjanjian itu memang memihak pada kaum musyrik, hal itu membuat Umar bin
Khattab memprotes secara halus kepada nabi Saw. Akan tetapi Nabi Saw mengetahui
bahwa perjanjian itu akan menguntungkan umat islam kedepanya. Perjanjian itu
berisi tentang gencatan senjata antara kaum muslim dengan kaum musyrikin
Mekkah, kebebasan Kaum muslim dalam menjalankan ibadah haji dan umrah tanpa ada
halangan dari kaum musyrik Mekkah, siapapun orang Arab diperbolehkan membuat persekutuan
dengan Nabi Muhammad Saw atau dengan kaum Quraisy.
4. Mengirim
surat-surat diplomatik kepada para penguasa
Setelah terjadinya gencatan senjata
antara kaum musyrik dan kaum muslim, nabi mulai mengirim utusan yang membawa
surat kepada para penguasa disekitar jazirah arab. Surat itu berisi ajakan
untuk memeluk islam. waktu itu ada beberapa kerajaan yang dikirimi surat, yakni
romawi, Persia, Ghassan, Yaman, Mesir dan Abisinia.
5. Memiliki
sistem kebijakan fiskal dan keuangan publik
Kebijakan fiskal adalah kebijakan
yang ditempuh pemerintah dalam mengatur pemasukan dan pengeluaran negara. Pada
saat Nabi Muhammad Saw berada di Madinah, banyak ayat yang turun yang membahas
tentang zakat. Nabi Saw menerapkanya dalam mengatur administrasi negara.
Pendapatan negara diperoleh dari zakat, ghanimah atau rampasan perang, jizyah
yaitu pajak yang dibayarkan non muslim untuk memperoleh perlindungan serta
kharaj yang berarti pendapatan yang diperoleh dari sewa atas tanah pertanian
dan hutang milik umat. Sedangkan pengeluaranya untuk biaya pertahanan seperti
peralatan perang, untuk biaya operasional penyaluran zakat, untuk memberi
bantuan kepada orang yang belajar agama di Madinah dan lain sebagainya.
6. Menjadi pemimpin
dalam beberapa peperangan
Selain
cerdas dalam memimpin agama serta negara, Rasulullah Saw juga aktif terlibat
dalam peperangan. Bahkan Muhammad Saw bertindak sebagai panglima perang.
Beberapa perang yang terjadi di zaman Rasulullah Saw adalah perang Badar,
perang Uhud dan perang Khandaq atau Ahzab, perang
Khaibar, perang Mu’tah, perang pembebasan kota Mekah, perang Hunain, perang
Tabuk, dan lain sebagainya. Diantara perang yang beliau ikuti adalah perang
badar dan perang Uhud.
a. Perang Badar
Perang Badar, secara timbangan militer
Rasulullah sebenarnya kalah. Namun Rasul berdo’a: “Ya Allah, jika Engkau
tidak memenangkan kami dalam perang badar ini, lalu siapa lagi yang akan
beribadah kepada-Mu.” Dengan doa ini seolah-olah Allah tidak punya alasan
untuk tidak memenangkan pasukan Rasulullah. Sehingga posisi Rasul menjadi kuat
walaupun jumlah muslimin pada waktu itu hanya sedikit dengan kemampuan yang
kurang memadai dibanding kaum kafir.
Pada saat pasukan Muslimin memenangkan perang
Badar, Allah tidak secara berlebihan memuji. Namun sebaliknya, Allah mengkritik
saat Muslimin euphoria setelah menang. Allah mengingatkan bahwa sesungguhnya
kemenangan ini dari Allah, dan hanya untuk Allah.
b. Peristiwa
Perang Uhud
Saat Perang Uhud, Rasulullah kalah secara
strategi. Namun Allah tidak menyalahkan ummat Islam sepenuhnya. Tetapi Allah
mengembalikan pada posisi ma’nawiyah, sekalipun Muslimin kalah dalam perang
Uhud tetapi jangan lupa bahwa mereka masih memiliki Allah, semua ini Iradah
Allah, kehendak Allah, agar Muslimin dapat mengambil pelajaran dan hikmahnya.
Oleh karena itu menjadi salah apabila berdo’a: “Ya Allah, hilangkan semua
beban dakwah ini.” Tetapi hendaklah berdo’a: “Ya Allah, kuatkan pundak
kami dalam mengemban dakwah ini.”[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Rasulullah Saw
melalui hidupnya dengan sebuah kesuksesan besar dalam memimpin agama,
masyarakat maupun negara. Sejak menerima risalah dari Allah Swt untuk
menyebarkan agama islam, Muhammad Saw mulai mendapat ancaman pembunuhan,
pemboikotan serta kekejaman kaum Quraisy. Kebencian itu dikarenakan ajaran yang
dibawa Sang Rasul bertentangan dengan ajaran nenek moyang mereka. Selama kurang
lebih 13 tahun menyebarkan agama islam di Mekkah mendapat tantangan dan
penindasan, akhirnya nabi mulai berhijrah. Hingga akhirnya Nabi Saw berhijrah
bersama sahabatnya menuju Madinah. Disilah tonggak perjuangan islam yang baru.
Karena kecintaan
dan dukungan masyarakat setempat (Kaum Anshar) nabi Muhammad Saw membuat
langkah-langkah yang luar biasa. Diantara yang ia perbuat adalah mempersaudarakan
kaum Muhajjirin dan kaum Anshar, Membuat Piagam Madinah dengan berbagai suku
dan agama di Madinah, Mengadakan Perjanjian Hudaibiyah dengan kaum Quraisy
Mekkah dan Memimpin negara dengan bijaksana dan berwibawa. Berkat kepemimpinan
Nabi Muhammad Saw kaum muslim dan kaum musyrik atau kaum yahudi bebas
menjalankan ajaran masing-masing. Semua masyarakat bersatu dalam membela negara
Madinah.
B. Saran
Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengutamakan
kepentingan orang banyak diatas kepentingan diri sendiri. Seharusnya para
pemimpin meniru apa yang telah dilakukan Rasulullah Saw. Pemimpin harus
memperjuangkan perdamaian, tidak memperkaya diri serta memimpin masyarakat
dalam bertoleransi terhadap ajaran agama lain. Jika pemimpin bisa
memperjuangkan persatuan dan kesatuan suatu negara, maka negara itu akan
berkembang menjadi negara yang maju dan disegani oleh negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
Syafi’i, Muhammad
Antonio. 2001. Muhammad SAW: The
Super Leader Super Manager, Jakarta: Tazkia Multimedia & ProLM centre
Muhammad, Munir
al-Ghadban. 2003. MANHAJ HARAKI Strategi Pergerakan Dan Perjuangan Politik
Dalam Sirah Nabi Muhammad Saw, Jakarta: Robbani Press
as-Syibaie, Mustafa, Sirah Nabi Muhammad S.A.W.Pengajaran &
Pedoman, www.dakwah.info, diakses tanggal
7 September
Marzuki, staff.uny.ac.id,
Kerukunan Antar Umat Beragama diakses
pada tanggal 5 September 2015
https://www.islampos.com/perjanjian-hudaibiyah-bukti-kejeniusan-politik-nabi-99285/ diakses pada tanggal 5 September 2015
[1] Dr.
Mustafa as-Syibaie, Sirah Nabi Muhammad S.A.W.Pengajaran & Pedoman, www.dakwah.info,
hal. 29
[2] Dr.
Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec, Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager,
Jakarta: Tazkia Multimedia & ProLM centre, 2001, hal. 152
[3]Dr.
Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec, Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager,
Jakarta: Tazkia Multimedia & ProLM centre, 2001, hal. 152 Ibid halaman 153
[4]Ibid
halaman 153
[5] Marzuki,
staff.uny.ac.id, Kerukunan Antar Umat Beragama diakses pada tanggal 5
September 2015
[6] https://www.islampos.com/perjanjian-hudaibiyah-bukti-kejeniusan-politik-nabi-99285/
diakses tanggal 5 September 2015
[7] Syaikh
Munir Muhammad al-Ghadban, MANHAJ HARAKI Strategi Pergerakan Dan Perjuangan
Politik Dalam Sirah Nabi Muhammad Saw, Jakarta: Robbani Press, 2003, hal.572
Tidak ada komentar:
Posting Komentar