Minggu, 22 November 2015

Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW



KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW












Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Tasawuf Dan Siyasah
Dosen Pengampu: Drs. Abdullah Mahmud, M.Ag

Disusun oleh:
Ngadino                         (G000140019)
Sebastian Wisnu Aji     (G000140137)                       


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH SURAKARTA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Muhammad bin Abdullah atau Muhammad SAW merupakan manusia terbaik sepanjang zaman. Sosoknya yang menjadi suri tauladan bagi umat manusia telah mengundang kekaguman semua orang. Tak hanya umat islam yang mengakui kepribadian luhurnya, tetapi orang non-muslim pun mengakuinya.
            Sempat lama menerima penindasan di Mekkah, yaitu boikot serta ancaman pembunuhan yang mengakibatkan hambatan dalam menyebarkan agama islam,  Muhammad SAW memutuskan hijrah ke beberapa wilayah, sebelum akhirnya hijrah ke Madinah. Di Madinah inilah, ia berhasil menyebarkan agama islam dengan bebas,  menciptakan masyarakat yang maju, dan memimpin negara.
Rasulullah SAW tak hanya berhasil dalam menyebarkan risalahnya, dengan kecerdasan serta jiwa kepemimpinanya, ia beberapa kali berhasil memimpin pasukan perang, menyatukan suku yang bertikai serta berhasil memimpin sebuah negara. Beberapa langkah yang ia lakukan dalam memimpin sebuah negara adalah adalah dengan disusunya piagam Madinah yang mendamaikan berbagai umat dan suku, serta perjanjian Hudaibiyah dengan masyarakat Mekkah. Mayoritas ahli sejarah mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah pendiri negara Madinah
B. Rumusan Masalah
Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam memimpin umat islam dan negara?
C. Tujuan
Mengetahui Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam memimpin umat islam dan negara.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Nabi Muhammad Saw sebelum diutus menjadi Rasul
Rasulullah mengalami pendidikan politik sejak umur 4 tahun. Saat umur 4-6 tahun, beliau hidup bersama kakeknya Abdullah Muthalib. Pada masa itu ada yang namanya Forum Darunnadwah (saat ini identik dengan sebutan parlemen), yaitu tempat berkumpulnya para pembesar Suku Quraisy membahas permasalahan sukunya. Rasulullah saat itu diajak oleh kakeknya dalam Forum Darunnadwah.
Pada umur 6-8 tahun, Rasulullah ikut bersama pamannya Abu Thalib. Ketika itu beliau mendapat pendidikan leadership. Sebuah latihan untuk memimpin yaitu dengan menggembala kambing. Pada saat beliau menggembala kambing, tidak hanya latihan kepemimpinan yang beliau dapatkan, tetapi juga latihan mengatur/memanajemen sumber daya yang dimiliki. Urusan menggembala kambing bukanlah perkara yang mudah, hal ini pula mengapa para Rasul dahulunya adalah para penggembala.
Kemudian umur 8-13 tahun, Rasulullah saw. sudah mengetahui wawasan yang bersifat internasional. Wawasan ini beliau dapatkan saat ikut berdagang ke Syiria. Beliau mulai mempelajari karakter orang-orang mancanegara dari berbagai bangsa.
Umur 15-25 tahun, Rasulullah sudah terlibat dalam peperangan, perang antar suku, beliau mulai belajar strategi perang. Beliaupun memiliki pengalaman diplomatik yang sangat luar biasa, yaitu saat kasus peletakan Hajar Aswad. Saat itu hampir terjadi permusuhan besar karena merebutkan hak untuk meletakkan Hajar Aswad kembali ke tempatnya. Kecerdasan beliau dalam diplomatik terbukti, sehingga menyebabkan beliau mendapatkan gelar tertinggi saat itu yaitu al-amin.
B. Nabi Muhammad Saw setelah diutus menjadi Rasul
            Saat berusia 40 tahun, nabi Saw menerima wahyu dari Allah Swt saat menyendiri di Gua Hira’. Sejak itu sang Rasul mulai menyebarkan risalahnya, akan tetapi penyebaranya hanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Setelah umar bin Khattab masuk islam, baru dakwah dilakukan secara terang-terangan. Hal itu membuat kaum musyrik semakin kejam dalam menindas serta memboikot semua pemeluk islam. Saat itu juga nabi Saw menyuruh para sahabat untuk hijrah ke Habsyah serta berikutunya Nabi Saw pergi ke Thaif, akan tetapi tidak ada hasil yang didapat.
Semua mulai berubah ketika Rasul Saw menemui kabilah-kabilah Arab yang datang semasa musim haji (sebagaimana kebiasaan Baginda setiap tahun). Baginda mengajak mereka kepada Islam dan menyeru mereka meninggalkan penyembahan berhala. Ketika Baginda berada di Aqabah, salah satu tempat melontar jamrah, Baginda telah menemui satu rombongan kaum Aus dan Khazraj. Lantas Baginda mengajak mereka kepada Islam dan mereka menerimanya. Bilangan mereka ketika itu ialah tujuh orang. Setelah itu mereka pulang ke Madinah, lalu menceritakan kepada kaum mereka tentang pertemuan tersebut dan Islam yang mereka anuti.
Pada tahun berikutnya, tahun ke-12 kerasulan, ketika musim haji, 12 orang lelaki Ansar telah datang ke Makkah. Mereka berhimpun dan berba’iat dengan Nabi Saw. Mereka pulung ke Madinah bersama utusan Nabi Saw, Musab bin Umair. Baginda mengutus beliau untuk membacakan al-Quran dan mengajarkan Islam kepada orang Islam di sana. Dengan itu Islam berkembang luas di Madinah.
Pada tahun berikutnya (tahun ke-13 kerasulan), sekumpulan orang Ansar telah datang pada musim haji. Mereka berhimpun dengan Nabi Saw secara sembunyi-sembunyi. Jumlah merka adalah 70 orang lelaki dan dua orang wanita. Mereka berba’iat untuk menolong dan mendukung Baginda, mempertahankan Baginda sebagaimana mereka mempertahankan wanita dan anak-anak mereka sendiri. Mereka pulang ke Madinah setelah Baginda memilih 12 orang ketua dari kalangan mereka sebagai wakil kepada kaum mereka.[1]
C. Nabi Muhammad Saw Sebagai Pemimpin Negara Madinah
            Bermula dari para jama’ah dari Yatsrib (sebelum berganti nama menjadi Madinah) yang melakukan ibadah haji ke Mekkah, Rasulullah Saw menyampakan ajaran kapada para pendatang itu. Dan diluar dugaan mereka tertarik dengan ajakan Nabi Muhammad Saw, dengan mudah mereka menerima ajaran agama islam. Hal ini berbeda dengan orang Mekkah yang sangat kejam dan tak henti-hentinya memusuhi nabi serta para pengikutnya.
Setelah mengalami penindasan di Mekkah, dan beberapa penolakan di Thaif serta Habsyah akhirnya nabi menerima wahyu untuk hijrah ke Madinah. Disinilah awal kemajuan islam, masyarakat di Madinah berbondong-bondong menanti serta menyambut kedatangan Rasulullah Saw dan sahabatnya dengan suka cita. Sebuah tantangan besar saat Nabi Saw dihadapkan pada kenyataan bahwa terjadi permusuhan antar suku seperti suku Aus dan Khajrat. Selain itu disana terdapat kaum yahudi, kaum musyrikin serta kaum muslimin yang hidup dalam satu wilayah.
Beberapa hal yang dilakukan Nabi Muhammad Saw saat di Madinah adalah sebagai berikut:
1. Mempersaudarakan kaum Muhajjirin dan kaum Anshor
            Muhajjirin adalah penduduk muslim mekkah yang berhijrah ke Madinah. Anshar adalah penduduk asli Madinah yang menolong kaum Muhajjirin. Nabi muhammad Saw mempersatukan satu orang Muhajjir dengan seorang Anshar.[2]
            Para Muhajjir umumnya datang tanpa membawa harta kekayaan, mereka meninggalkanya di Mekkah. Rasulullah SAW memberikan pengertian kepada semua orang bahwa sesama muslim itu bersaudara, maka sesama saudara harus saling menolong. Hal itu membuat masyarakat madinah atau kaum Anshar menolong kaum Muhajjirin. Sebagai contoh adalah Abdurrahman bin Auf yang dipersaudarakan dengan Sa’d bin ar-Rabi’. Sa’ad menawarkan setengah hartanya kepada Abdurrahman bin Auf, tapi ia menolaknya. Setelah itu Sa’d juga menawarkan istrinya, tapi Abdurrahman kembali menolaknya. Akhirnya ia hanya meminta ditunjukkan jalan ke pasar. Setelah mengetahui tempat pasar, Abdurrahman bin Auf mulai berdagang sehingga tak lama kemudian ia menjadi pedagang yang kaya.
            Selain Abdurrahman bin Auf, ada beberapa Muhajjirin yang juga memulai bisnis perdagangan. Persaudaraan yang terbina antara Muhajjirin dan Anshar berpengaruh kepada sekor ekonomi. Kaum Muhajjirin sebagaimana lazimnya orang Mekkah mempunyai kompetensi di sektor perdagangan. Sementara kaum Anshar lebih mempunyai keahlian di bidang pertanian. Kombinasi antara kompetensi perdagangan dan pertanian ini belakangan membawa kepada perekonomian Madinah yang lebih baik.[3]
2. Menyusun Piagam Madinah
            Saat pertama kali menginjakkan kaki di Madinah, Rasulullah Saw dihadapkan pada permusuhan antar suku yang berkepanjangan seperti suku Aus dengan suku Khajrat. Hal ini dimanfaatkan kaum Yahudi untuk mengambil keuntungan dari pertikaian kedua suku tersebut. Kaum yahudi diantaranya terdiri dari bani Qainuqa, bani Quraidha, bani Nadhir. Selain kaum Yahudi, di Madinah terdapat umat Nasrani juga.
            Oleh karena situasi madinah yang jauh dari rasa aman dan permusuhan diantara suku, maka Rasulullah Saw membuat kesepakatan antar berbagai faksi yang ada di Madinah. Kesepakatan itu dikenal dengan al-shahifa al-Madinah atau dalam istilah modern disebut sebagai piagam Madinah. Ini merupakan konstitusi pertama negara muslim. Piagam Madinah ini bertujuan untuk menciptakan suasana aman, damai dan tenteram dengan mengatur wilayah dalam satu arahan. Maka, beliau menyusun undang-undang toleransi yang belum pernah ada di dunia yang penuh dengan fanatisme kesukuan waktu itu.[4]
            Kandungan “Piagam Madinah” terdiri daripada 47 pasal, 23 pasal membicarakan tentang hubungan antara umat Islam yaitu; antara Kaum Anshat dan Kaum Muhajirin. 24 pasal lain membicarakan tentang hubungan umat Islam dengan umat lain, termasuk Yahudi. Pertemuan tiga agama itu tidak membawa kepada kesatuan agama. Nabi SAW membebaskan kaum Yahudi dan Nasrani tetap pada pendiriannya masing-masing. Nabi hanya mengajak mereka untuk mengesakan Allah. Dalam kesehariannya, Nabi tidak pernah memusuhi mereka. Mereka bebas melakukan aktivitas mereka masing-masing. Inilah kebijakan yang ditempuh oleh Nabi yang berakibat tidak sedikit orang Yahudi dan Nasrani kemudian memeluk Islam atas  kesadaran mereka sendiri yang pada akhirnya semakin memperkokoh keberadaan negara Madinah yang dibangun Nabi SAW.[5]
3. Mengadakan perjanjian Hudaibiyah dengan kaum Quraisy
            Perjanjian Hudaibiyah adalah perjanjian antara kaum muslimin Madinah, dalam hal ini dipimpin oleh nabi Muhammad SAW, dengan kaum musyrikin Mekah. Ini terjadi pada tahun ke-6 setelah beliau hijrah dari Mekah ke Madinah. Perjanjian ini terjadi di lembah Hudaibiyah, berada di pinggiran kota Mekah. Pada saat itu rombongan kaum muslimin yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW hendak melakukan ibadah Haji. Namun mereka dihalang- halangi masuk ke Mekah oleh suku Quraisy, penduduk Mekah.[6]
            Sekilas isi perjanjian itu memang memihak pada kaum musyrik, hal itu membuat Umar bin Khattab memprotes secara halus kepada nabi Saw. Akan tetapi Nabi Saw mengetahui bahwa perjanjian itu akan menguntungkan umat islam kedepanya. Perjanjian itu berisi tentang gencatan senjata antara kaum muslim dengan kaum musyrikin Mekkah, kebebasan Kaum muslim dalam menjalankan ibadah haji dan umrah tanpa ada halangan dari kaum musyrik Mekkah, siapapun orang Arab diperbolehkan membuat persekutuan dengan Nabi Muhammad Saw atau dengan kaum Quraisy.
4. Mengirim surat-surat diplomatik kepada para penguasa
            Setelah terjadinya gencatan senjata antara kaum musyrik dan kaum muslim, nabi mulai mengirim utusan yang membawa surat kepada para penguasa disekitar jazirah arab. Surat itu berisi ajakan untuk memeluk islam. waktu itu ada beberapa kerajaan yang dikirimi surat, yakni romawi, Persia, Ghassan, Yaman, Mesir dan Abisinia.
5. Memiliki sistem kebijakan fiskal dan keuangan publik
            Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam mengatur pemasukan dan pengeluaran negara. Pada saat Nabi Muhammad Saw berada di Madinah, banyak ayat yang turun yang membahas tentang zakat. Nabi Saw menerapkanya dalam mengatur administrasi negara. Pendapatan negara diperoleh dari zakat, ghanimah atau rampasan perang, jizyah yaitu pajak yang dibayarkan non muslim untuk memperoleh perlindungan serta kharaj yang berarti pendapatan yang diperoleh dari sewa atas tanah pertanian dan hutang milik umat. Sedangkan pengeluaranya untuk biaya pertahanan seperti peralatan perang, untuk biaya operasional penyaluran zakat, untuk memberi bantuan kepada orang yang belajar agama di Madinah dan lain sebagainya.
6. Menjadi pemimpin dalam beberapa peperangan
            Selain cerdas dalam memimpin agama serta negara, Rasulullah Saw juga aktif terlibat dalam peperangan. Bahkan Muhammad Saw bertindak sebagai panglima perang. Beberapa perang yang terjadi di zaman Rasulullah Saw adalah perang Badar, perang Uhud dan perang Khandaq atau Ahzab, perang Khaibar, perang Mu’tah, perang pembebasan kota Mekah, perang Hunain, perang Tabuk, dan lain sebagainya. Diantara perang yang beliau ikuti adalah perang badar dan perang Uhud.
a. Perang Badar
Perang Badar, secara timbangan militer Rasulullah sebenarnya kalah. Namun Rasul berdo’a: “Ya Allah, jika Engkau tidak memenangkan kami dalam perang badar ini, lalu siapa lagi yang akan beribadah kepada-Mu.” Dengan doa ini seolah-olah Allah tidak punya alasan untuk tidak memenangkan pasukan Rasulullah. Sehingga posisi Rasul menjadi kuat walaupun jumlah muslimin pada waktu itu hanya sedikit dengan kemampuan yang kurang memadai dibanding kaum kafir.
Pada saat pasukan Muslimin memenangkan perang Badar, Allah tidak secara berlebihan memuji. Namun sebaliknya, Allah mengkritik saat Muslimin euphoria setelah menang. Allah mengingatkan bahwa sesungguhnya kemenangan ini dari Allah, dan hanya untuk Allah.
b. Peristiwa Perang Uhud
Saat Perang Uhud, Rasulullah kalah secara strategi. Namun Allah tidak menyalahkan ummat Islam sepenuhnya. Tetapi Allah mengembalikan pada posisi ma’nawiyah, sekalipun Muslimin kalah dalam perang Uhud tetapi jangan lupa bahwa mereka masih memiliki Allah, semua ini Iradah Allah, kehendak Allah, agar Muslimin dapat mengambil pelajaran dan hikmahnya. Oleh karena itu menjadi salah apabila berdo’a: “Ya Allah, hilangkan semua beban dakwah ini.” Tetapi hendaklah berdo’a: “Ya Allah, kuatkan pundak kami dalam mengemban dakwah ini.”[7]

           


BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
            Rasulullah Saw melalui hidupnya dengan sebuah kesuksesan besar dalam memimpin agama, masyarakat maupun negara. Sejak menerima risalah dari Allah Swt untuk menyebarkan agama islam, Muhammad Saw mulai mendapat ancaman pembunuhan, pemboikotan serta kekejaman kaum Quraisy. Kebencian itu dikarenakan ajaran yang dibawa Sang Rasul bertentangan dengan ajaran nenek moyang mereka. Selama kurang lebih 13 tahun menyebarkan agama islam di Mekkah mendapat tantangan dan penindasan, akhirnya nabi mulai berhijrah. Hingga akhirnya Nabi Saw berhijrah bersama sahabatnya menuju Madinah. Disilah tonggak perjuangan islam yang baru.
            Karena kecintaan dan dukungan masyarakat setempat (Kaum Anshar) nabi Muhammad Saw membuat langkah-langkah yang luar biasa. Diantara yang ia perbuat adalah mempersaudarakan kaum Muhajjirin dan kaum Anshar, Membuat Piagam Madinah dengan berbagai suku dan agama di Madinah, Mengadakan Perjanjian Hudaibiyah dengan kaum Quraisy Mekkah dan Memimpin negara dengan bijaksana dan berwibawa. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad Saw kaum muslim dan kaum musyrik atau kaum yahudi bebas menjalankan ajaran masing-masing. Semua masyarakat bersatu dalam membela negara Madinah.
B. Saran
            Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengutamakan kepentingan orang banyak diatas kepentingan diri sendiri. Seharusnya para pemimpin meniru apa yang telah dilakukan Rasulullah Saw. Pemimpin harus memperjuangkan perdamaian, tidak memperkaya diri serta memimpin masyarakat dalam bertoleransi terhadap ajaran agama lain. Jika pemimpin bisa memperjuangkan persatuan dan kesatuan suatu negara, maka negara itu akan berkembang menjadi negara yang maju dan disegani oleh negara lain.


DAFTAR PUSTAKA
Syafi’i, Muhammad Antonio. 2001.  Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager, Jakarta: Tazkia Multimedia & ProLM centre
Muhammad, Munir al-Ghadban. 2003. MANHAJ HARAKI Strategi Pergerakan Dan Perjuangan Politik Dalam Sirah Nabi Muhammad Saw, Jakarta: Robbani Press
as-Syibaie, Mustafa, Sirah Nabi Muhammad S.A.W.Pengajaran & Pedoman, www.dakwah.info, diakses tanggal 7 September
Marzuki, staff.uny.ac.id, Kerukunan Antar Umat Beragama  diakses pada tanggal 5 September 2015




[1] Dr. Mustafa as-Syibaie, Sirah Nabi Muhammad S.A.W.Pengajaran & Pedoman, www.dakwah.info, hal. 29
[2] Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec, Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager, Jakarta: Tazkia Multimedia & ProLM centre, 2001, hal. 152
[3]Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, M.Ec, Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager, Jakarta: Tazkia Multimedia & ProLM centre, 2001, hal. 152 Ibid halaman 153
[4]Ibid halaman 153
[5] Marzuki, staff.uny.ac.id, Kerukunan Antar Umat Beragama diakses pada tanggal 5 September 2015
[7] Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban, MANHAJ HARAKI Strategi Pergerakan Dan Perjuangan Politik Dalam Sirah Nabi Muhammad Saw, Jakarta: Robbani Press, 2003, hal.572

Tidak ada komentar:

Posting Komentar