UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2016
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI
DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis perlu dilakukan
perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik agar terwujud keadilan, ketertiban umum, dan kepastian
hukum;
b.
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat
(1), Pasal 20, Pasal 25A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (2), Pasal 28E
ayat (3), Pasal 28F, Pasal 28G ayat (1), Pasal 28J ayat (2), dan Pasal 33 ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4843).
Dengan Persetujuan Bersama:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK.
Pasal I
Beberapa
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) diubah sebagai berikut:
1.
Di antara angka 6 dan angka 7 Pasal 1 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 6a
sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 1”
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Informasi
Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,
telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu memahaminya.
2.
Transaksi
Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer,
jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3.
Teknologi
Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4.
Dokumen
Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,
dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
5.
Sistem
Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6.
Penyelenggaraan
Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara,
Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
6a. Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara
negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau
mengoperasikan Sistem Elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama kepada pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau
keperluan pihak lain.
7.
Jaringan Sistem
Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup
ataupun terbuka.
8.
Agen Elektronik
adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu
tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang
diselenggarakan oleh Orang.
9.
Sertifikat
Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan
Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam
Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik.
10.
Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang
layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11.
Lembaga
Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional
yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit
dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12.
Tanda Tangan
Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang
dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang
digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13.
Penanda Tangan
adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
14.
Komputer adalah
alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang
melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15.
Akses adalah
kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau
dalam jaringan.
16.
Kode Akses
adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang
merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
lainnya.
17.
Kontrak
Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18.
Pengirim adalah
subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
19.
Penerima adalah
subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dari Pengirim.
20.
Nama Domain
adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau
masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang
berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi
tertentu dalam internet.
21.
Orang adalah
orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun
badan hukum.
22.
Badan Usaha
adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23.
Pemerintah
adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.”
2. Ketentuan Pasal 5 tetap
dengan perubahan penjelasan ayat (1) dan ayat (2) sehingga penjelasan Pasal 5
menjadi sebagaimana
ditetapkan dalam penjelasan pasal demi pasal Undang-Undang ini.
3. Ketentuan Pasal 26
ditambah 3 (tiga) ayat, yakni ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) sehingga Pasal
26
berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 26
(1) Kecuali ditentukan
lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui
media elektronik yang
menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang
yang bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang
dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan
gugatan atas kerugian yang
ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) Setiap Penyelenggara
Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang tidak
relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang
bersangkutan berdasarkan
penetapan pengadilan.
(4) Setiap Penyelenggara
Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi
Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan
3 / 14
www.hukumonline.com/pusatdata
peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai
tata cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam peraturan pemerintah.”
4. Ketentuan Pasal 27
tetap dengan perubahan penjelasan ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) sehingga
penjelasan Pasal 27
menjadi sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan pasal demi pasal Undang-
Undang ini.
5. Ketentuan ayat (3) dan
ayat (4) Pasal 31 diubah sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau
penyadapan atas Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer
dan/atau Sistem Elektronik
tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas
transmisi Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan
di dalam suatu Komputer
dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak
menyebabkan perubahan apa
pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan,
dan/atau penghentian
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang
ditransmisikan.
(3) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap intersepsi atau
penyadapan yang dilakukan
dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian,
kejaksaan, atau institusi
lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan undang-undang.”
6. Di antara ayat (2) dan
ayat (3) Pasal 40 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (2a) dan ayat (2b);
ketentuan
ayat (6) Pasal 40 diubah;
serta penjelasan ayat (1) Pasal 40 diubah sehingga Pasal 40 berbunyi sebagai
berikut:
“Pasal 40
(1) Pemerintah
memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai
dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pemerintah melindungi
kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat
penyalahgunaan Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum,
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2a) Pemerintah wajib
melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
(2b) Dalam melakukan
pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang
melakukan pemutusan akses
dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik
untuk melakukan pemutusan
akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan yang
melanggar hukum.
(3) Pemerintah menetapkan
instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib
dilindungi.
4 / 14
www.hukumonline.com/pusatdata
(4) Instansi atau
institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik
dan rekam cadang
elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk
kepentingan pengamanan
data.
(5) Instansi atau
institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam
cadang elektroniknya
sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (2a), ayat (2b), dan
ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.”
7. Ketentuan ayat (2),
ayat (3), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) Pasal 43 diubah; di antara
ayat (7)
dan ayat (8) Pasal 43
disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (7a); serta penjelasan ayat (1) Pasal 43
diubah
sehingga Pasal 43 berbunyi
sebagai berikut:
“Pasal 43
(1) Selain Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
di
lingkungan Pemerintah yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik
diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang
Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik.
(2) Penyidikan di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran
layanan publik, dan
integritas atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(3) Penggeledahan dan/atau
penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak
pidana di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan
hukum acara pidana.
(4) Dalam melakukan
penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
penyidik wajib menjaga
terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
(5) Penyidik Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan atau
pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik;
b. memanggil setiap Orang
atau pihak lainnya untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi sehubungan
dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik;
c. melakukan pemeriksaan
atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik;
d. melakukan pemeriksaan
terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga
melakukan tindak pidana di
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
e. melakukan pemeriksaan
terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan
Teknologi Informasi yang
diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik;
f. melakukan penggeledahan
terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat
untuk melakukan tindak
pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
g. melakukan penyegelan
dan penyitaan terhadap alat dan/atau sarana kegiatan Teknologi
Informasi yang diduga
digunakan secara menyimpang dari ketentuan peraturan perundangundangan;
5 / 14
www.hukumonline.com/pusatdata
h. membuat suatu data
dan/atau Sistem Elektronik yang terkait tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik agar tidak dapat diakses;
i. meminta informasi yang
terdapat di dalam Sistem Elektronik atau informasi yang dihasilkan
oleh Sistem Elektronik
kepada Penyelenggara Sistem Elektronik yang terkait dengan tindak
pidana di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik;
j. meminta bantuan ahli
yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana di bidang
Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik; dan/atau
k. mengadakan penghentian
penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik
sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
(6) Penangkapan dan
penahanan terhadap pelaku tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik
dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
(7) Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan
tugasnya memberitahukan
dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik
Indonesia.
(7a) Dalam hal penyidikan
sudah selesai, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui
Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia.
(8) Dalam rangka
mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik,
penyidik
dapat bekerja sama dengan
penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
8. Ketentuan Pasal 45
diubah serta di antara Pasal 45 dan Pasal 46 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni
Pasal
45A dan Pasal 45B sehingga
berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 45
(1) Setiap Orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan perjudian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama
6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
paling banyak
Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(4) Setiap Orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan pemerasan
dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(5) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) merupakan delik aduan.
6 / 14
www.hukumonline.com/pusatdata
Pasal 45A
(1) Setiap Orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian
atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku,
agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 45B
Setiap Orang yang dengan
sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang berisi
ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling
banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”
Pasal II
Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya
dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 25 November
2016
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 25 November
2016
MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 251
7 / 14
www.hukumonline.com/pusatdata
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19
TAHUN 2016
TENTANG
PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK
I. UMUM
Bahwa kemerdekaan
menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat serta hak memperoleh informasi
melalui penggunaan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi dan komunikasi ditujukan untuk memajukan
kesejahteraan umum, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan rasa aman, keadilan, dan
kepastian hukum bagi
pengguna dan Penyelenggara Sistem Elektronik.
Dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, hak dan kebebasan melalui penggunaan
dan pemanfaatan Teknologi
Informasi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan pembatasan yang
ditetapkan dengan
undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.
Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah
undang-undang pertama di
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai produk legislasi
yang sangat dibutuhkan dan
telah menjadi pionir yang meletakkan dasar pengaturan di bidang
pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik. Akan tetapi, dalam kenyataannya, perjalanan
implementasi dari UU ITE
mengalami persoalan-persoalan.
Pertama, terhadap
Undang-Undang ini telah diajukan beberapa kali uji materiil di Mahkamah
Konstitusi
dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, Nomor 2/PUU-VII/2009, Nomor 5/PUUVIII/
2010, dan Nomor
20/PUU-XIV/2016.
Berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 dan Nomor 2/PUU-VII/2009, tindak
pidana penghinaan dan
pencemaran nama baik dalam bidang Informasi Elektronik dan Transaksi
Elektronik bukan semata-mata
sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai delik aduan. Penegasan
mengenai delik aduan
dimaksudkan agar selaras dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
Berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010, Mahkamah Konstitusi berpendapat
bahwa kegiatan dan
kewenangan penyadapan merupakan hal yang sangat sensitif karena di satu sisi
merupakan pembatasan hak
asasi manusia, tetapi di sisi lain memiliki aspek kepentingan hukum. Oleh
karena itu, pengaturan
(regulation) mengenai legalitas penyadapan harus dibentuk dan diformulasikan
secara tepat sesuai dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di samping
itu, Mahkamah berpendapat
bahwa karena penyadapan merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia
sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, sangat wajar
dan sudah sepatutnya jika negara ingin menyimpangi hak privasi warga negara
tersebut, negara haruslah
menyimpanginya dalam bentuk undang-undang dan bukan dalam bentuk
peraturan pemerintah.
Selain itu, berdasarkan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016, Mahkamah Konstitusi
berpendapat bahwa untuk
mencegah terjadinya perbedaan penafsiran terhadap Pasal 5 ayat (1) dan ayat
(2) UU ITE, Mahkamah
menegaskan bahwa setiap intersepsi harus dilakukan secara sah, terlebih lagi
dalam rangka penegakan
hukum. Oleh karena itu, Mahkamah dalam amar putusannya menambahkan
kata atau frasa
“khususnya” terhadap frasa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik”.
Agar
8 / 14
www.hukumonline.com/pusatdata
tidak terjadi penafsiran
bahwa putusan tersebut akan mempersempit makna atau arti yang terdapat di
dalam Pasal 5 ayat (1) dan
ayat (2) UU ITE, untuk memberikan kepastian hukum keberadaan Informasi
Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik sebagai alat bukti perlu dipertegas kembali dalam Penjelasan
Pasal 5 UU ITE.
Kedua, ketentuan mengenai
penggeledahan, penyitaan, penangkapan, dan penahanan yang diatur dalam
UU ITE menimbulkan
permasalahan bagi penyidik karena tindak pidana di bidang Teknologi Informasi
dan
Transaksi Elektronik
begitu cepat dan pelaku dapat dengan mudah mengaburkan perbuatan atau alat
bukti kejahatan.
Ketiga, karakteristik
virtualitas ruang siber memungkinkan konten ilegal seperti Informasi dan/atau
Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau
pencemaran nama baik,
pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan
menyesatkan sehingga
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, serta perbuatan
menyebarkan kebencian atau
permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan, dan pengiriman
ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dapat diakses, didistribusikan,
ditransmisikan, disalin,
disimpan untuk didiseminasi kembali dari mana saja dan kapan saja. Dalam
rangka melindungi
kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan
Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik, diperlukan penegasan peran Pemerintah dalam mencegah
penyebarluasan konten
ilegal dengan melakukan tindakan pemutusan akses terhadap Informasi
Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum agar tidak dapat
diakses dari yurisdiksi
Indonesia serta dibutuhkan kewenangan bagi penyidik untuk meminta informasi
yang terdapat dalam
Penyelenggara Sistem Elektronik untuk kepentingan penegakan hukum tindak
pidana di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik.
Keempat, penggunaan setiap
informasi melalui media atau Sistem Elektronik yang menyangkut data
pribadi seseorang harus
dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan. Untuk itu, dibutuhkan
jaminan pemenuhan
perlindungan diri pribadi dengan mewajibkan setiap Penyelenggara Sistem
Elektronik untuk menghapus
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang
berada di bawah kendalinya
atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan
pengadilan.
Berdasarkan pertimbangan
tersebut, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menegaskan kembali
ketentuan keberadaan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam Penjelasan Pasal 5,
menambah ketentuan
kewajiban penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
tidak relevan dalam Pasal
26, mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) mengenai pendelegasian
penyusunan tata cara
intersepsi ke dalam undang-undang, menambah peran Pemerintah dalam
melakukan pencegahan
penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki
muatan yang dilarang dalam Pasal 40, mengubah beberapa ketentuan mengenai
penyidikan yang terkait
dengan dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik dalam Pasal 43,
dan menambah penjelasan Pasal 27 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) agar lebih
harmonis dengan sistem
hukum pidana materiil yang diatur di Indonesia.
II. PASAL
DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
9 / 14
www.hukumonline.com/pusatdata
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 5
Ayat (1)
Bahwa keberadaan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik mengikat dan diakui sebagai alat
bukti yang sah untuk
memberikan kepastian hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan
Transaksi Elektronik,
terutama dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang
dilakukan melalui Sistem
Elektronik.
Ayat (2)
Khusus untuk Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik berupa hasil intersepsi atau penyadapan
atau perekaman yang
merupakan bagian dari penyadapan harus dilakukan dalam rangka penegakan
hukum atas permintaan
kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan
berdasarkan undang-undang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Surat yang menurut
undang-undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas pada surat
berharga, surat yang
berharga, dan surat yang digunakan dalam proses penegakan hukum acara
perdata, pidana, dan
administrasi negara.
Huruf b
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 26
Ayat (1)
Dalam pemanfaatan Teknologi
Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak
pribadi (privacy rights).
Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
a. Hak pribadi merupakan
hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam
gangguan.
b. Hak pribadi merupakan
hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan mematamatai.
c. Hak pribadi merupakan
hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data
seseorang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
10 / 14
www.hukumonline.com/pusatdata
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
“mendistribusikan” adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi
Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik kepada banyak Orang atau berbagai pihak melalui Sistem
Elektronik.
Yang dimaksud dengan
“mentransmisikan” adalah mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Eletronik yang ditujukan
kepada satu pihak lain melalui Sistem Elektronik.
Yang dimaksud dengan
“membuat dapat diakses” adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan
dan mentransmisikan
melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dapat
diketahui pihak lain atau publik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini
mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP).
Ayat (4)
Ketentuan pada ayat ini
mengacu pada ketentuan pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP).
Angka 5
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
“intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam,
membelokkan, mengubah,
menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun
jaringan nirkabel, seperti
pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
11 / 14
www.hukumonline.com/pusatdata
Angka 6
Pasal 40
Ayat (1)
Fasilitasi pemanfaatan
Teknologi Informasi, termasuk tata kelola Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik yang aman,
beretika, cerdas, kreatif, produktif, dan inovatif. Ketentuan ini termasuk
memfasilitasi masyarakat
luas, instansi pemerintah, dan pelaku usaha dalam mengembangkan produk
dan jasa Teknologi
Informasi dan komunikasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (2a)
Cukup jelas.
Ayat (2b)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
“Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu” adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil
kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika yang
telah memenuhi persyaratan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
12 / 14
www.hukumonline.com/pusatdata
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Yang dimaksud dengan
“ahli” adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi
Informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis mengenai
pengetahuannya tersebut.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (7a)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 45
13 / 14
www.hukumonline.com/pusatdata
Cukup jelas.
Pasal 45A
Cukup jelas.
Pasal 45B
Ketentuan dalam Pasal ini
termasuk juga di dalamnya perundungan di dunia siber (cyber bullying) yang
mengandung unsur ancaman
kekerasan atau menakut-nakuti dan mengakibatkan kekerasan fisik, psikis,
dan/atau kerugian
materiil.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5952
14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar