Jumat, 27 November 2015

Teori-Teori Pendidikan Islam Multiple Intelligences



 TEORI-TEORI PENDIDIKAN ISLAM
Memajukan Lembaga Pendidikan Islam Dengan Metode Multiple Intelligences Research













Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dr. Ari Anshori, M.Ag

DISUSUN OLEH:
SEBASTIAN WISNU AJI  (G000140137)
KELAS D (2) Tarbiyah
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH SURAKARTA



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Manusia merupakan makhluk yang dikaruniai akal dan naluri sejak lahir ke dunia. Dengan akal manusia bisa berpikir dan memperoleh pengetahuan. Naluri manusia untuk tumbuh dan berkembang membuat manusia memiliki sifat keingintahuan tentang apa yang dilihat dan dirasakan di sekitarnya. Selain itu, manusia juga mempunyai potensi diri yang jika dikembangkan akan membentuk manusia yang cerdas dan unggul. Salah satu cara untuk mengembangkan potensi manusia adalah melalui pendidikan.
            Manusia yang hidup di dunia ini tidak terlepas dari pendidikan, semua pasti pernah mendapatkan pendidikan, baik pendidikan secara formal maupun non formal, pendidikan formal diperoleh dari sekolah sedangkan pendidikan non formal diperoleh dari lingkungan keluarga dan masyarakat.
            Di dalam ajaran Islam pendidikan sering disebut dalam beberapa Ayat Al qur’an dan Hadits, bahkan Nabi Muhammad SAW mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu. Hal ini mencerminkan akan pentingnya pendidikan bagi umat islam.
            Pada masa modern ini, dunia pendidikan didominasi oleh pengetahuan barat. Walaupun demikian, pada masa kontemporer ini para ilmuwan islam telah banyak memadukan pengetahuan modern dengan pengetahuan islam. Hal ini terbukti dengan adanya karya-karya seperti buku-buku yang mengkaji tentang pendidikan yang didasarkan pada ajaran islam, misalnya karya Nidhal Guessoum yang berjudul Islam’s Quantum Question. Buku itu membahas tentang bagaimana cara membangun islamic science. Selain itu, di perguruan tinggi yang berbasis islam juga mencantumkan mata kuliah ilmu pendidikan islam di dalam kurikulumnya.
      Semakin berkembangnya teori pendidikan berdampak pada teori pembelajaran disekolah. Para ilmuwan di barat seperti berlomba-lomba mencari cara untuk mengembangkan pendidikan. Misalnya: Howard Gardner yang mengembangkan teori pembelajaran multiple intelligens ataupun Bobbi De Porter yang mengembangkan Quantum Learningnya. Hal itu terjadi juga di Indonesia. Munif Chatib misalnya, Ia mengadopsi langsung dari teori yang dikembangkan Gardner.   
B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Teori Pendidikan Islam itu?
2.      Bagaimana cara memadukan pendidikan  modern dan pendidikan islam?
3.      Bagaimana strategi yang efektif untuk memajukan sekolah berbasis islam islam?
C. Tujuan
1.      Mengetahui tentang teori-teori pendidikan islam.
2.      Mengetahui cara memadukan pendidikan modern dan pendidikan islam.
3.      Mengetahui strategi yang efektif untuk memajukan sekolah berbasis islam.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  LANDASAN TEORI
1. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan salah satu disiplin ilmu yang menarik untuk dikaji, karena pendidikan bertalian erat dengan kehidupan manusia. Semua manusia umumnya pernah mengenyam pendidikan. Pendidikan bukan hanya terbatas pada ruang dan waktu saja semisal di sekolah, akan tetapi pendidikan bisa didapat melalui lingkungan ataupun masyarakat. Sebelum membahas pendidikan islam, penulis menjelaskan pengertian pendidikan dalam makna umum terlebih dahulu. Beberapa ahli mempunyai pendapat masing-masing dalam mendefinisikan pendidikan.
Menurut bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara menyatakan pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya.[1] Selain itu, menurut John Dewey dari segi hakikatnya, pendidikan berarti perkembangan dari sejak lahir sampai menjelang kematian dan pendidikan juga berarti sebagai kehidupan. Education is growth, development and lie. Pendidikan tidak mempunyai tujuan dari luar dirinya, melainkan terdapat dalam pendidikan itu sendiri.[2] Pendidikan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, karena pendidikan merupakan proses membentuk manusia yang utuh dan pribadi yang maju. Mengubah dari yang tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui tentang segala yang bisa dipelajari.
Menurut ajaran islam, pendidikan sangat ditekankan kepada para pemeluknya. Terbukti dengan banyaknya ayat Al qur’an ataupun hadits yang menyinggung tentang pendidikan.
Dalam istilah islam, pendidikan juga dapat diartikan sebagai Al Tarbiyah, Al Ta’lim, Al Ta’dib, Al Tahdzib, Al Wa’dz, Al Riyadhah, Al Tazkiyah, Al Talqin, Al Tadris, Al Irsyad dan lain sebagainya. Al Naquib Al-attas mengartikan Ta’dib sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan tuhan.[3]
Menurut M. Yusuf Al Qurdlowi pendidikan islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilanya, karena itu pendidikan islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatanya, manis dan pahitnya.[4]
Dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwa pendidikan islam bertujuan untuk membentuk pribadi yang cerdas dan mempunyai pengetahuan yang luas untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu hidup yang bahagia dengan mengakui keagungan Allah SWT.
2. Memadukan pendidikan Islam dengan pengetahuan modern
Saat ini didunia pendidikan sangat didominasi oleh bangsa barat dengan modern sciencenya. Pengetahuan yang disertai dengan teknologi canggih membuat manusia saat ini berkiblat pada dunia barat. Harus diakui bahwa umat islam masih tertinggal dari sains barat. Sebagai contoh adalah penerapan kurikulum di jenjang pendidikan yang mayoritas berorientasi pada pengetahuan yang bersumber dari barat.
Hal ini membuat para ahli yang beragama islam mencoba membuat terobosan baru dengan membuat teori-teori yang bertujuan untuk memajukan dunia islam, salah satunya melalui pendidikan. Nidhal Guessoum, seorang ilmuwan dari Aljazair yang terkenal dengan bukunya Islam’s Quantun Question membahas berbagai pandangan tentang Islam dan Sains di masa mendatang dan perkembangan pendidikan di dunia Islam. menceritakan pengalaman pribadinya sebagai seorang guru dan ilmuwan. Ia menyarankan agar para pelajar Muslim memiliki kesadaran untuk mempelajari ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk memahami filsafat ilmu dan sejarah yang terkait dengan Islam secara komprehensif.
 Guessoum mengajak umat Islam bergandengan tangan dengan sains modern (ilmu pengetahuan yang dihasilkan di luar Islam), serta menjauhkan prasangka terhadap Barat. Upaya rekonsiliasi antara Islam dan sains pada konteks kekinian dilakukan secara metodologis yang didasarkan pada basis-basis epistemologis. bagian ini mengetengahkan isu-isu kontemporer sains yang dihadapkan pada Islam. Guessoum membahas bagaimana intelektual Muslim merespon tema kosmologi, teleologi, dan evolusi modern. Guessoum memandang bahwa dunia Islam perlu merumuskan pertanyaan ilmiah secara serius dan komprehensif. Jika Islam berhasil mewujudkan hal ini, maka Islam akan mampu berdiri tegak mengibarkan bendera kejayaan tanpa menutup diri dari pengaruh barat.[5]
3. Multiple Intelligences Research (MIR) untuk mendukung kemajuan Pendidikan Islam
            Beberapa cara dilakukan oleh pemerintah maupun sekolah untuk menemukan cara efektif memajukan kualitas pendidikan. Salah satu ilmuan indonesia, Munif Chatib, seorang CEO sebuah lembaga konsultan dan pelatihan pendidikan memperkenalkan metode riset yang diberi nama Multiple Intelligences Research (MIR). MIR ini terinspirasi dari dua tokoh barat yang terkenal dengan teori Multiple Intelligensnya yaitu Howard Gardner dan tokoh Quantum Learning, Bobby de Porter.
Multiple Intelligences Research (MIR) merupakan sebuah riset yang ditujukan kepada siswa dan orang tuanya untuk mengetahui kecenderungan kecerdasan siswa yang paling menonjol dan berpengaruh, bukan alat tes seleksi masuk. Melalui MIR, siswa dan guru dapat mengetahui banyak hal, seperti grafik kecenderungan kecerdasan siswa, gaya belajar siswa, dan kegiatan kreatif yang disarankan, yang berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lain.[6]
Dengan riset MIR ini akan didapat hasil yang digunakan untuk metode pengajaran di dalam kelas. Kecerdasan siswa yang berbea-beda menuntut guru untuk menemukan cara yang efektif dan menarik dalam menyampaikan materi pelajaran. Semua siswa pada dasarnya mempunyai potensi masing-masing yang jika ditangani dengan benar akan membentuk pribadi yang cerdas dan unggul.
B. LAPORAN
          Didaerah Bondowoso, Jawa Timur, terdapat sekolah yang kini berkembang menjadi salah satu sekolah unggulan di Jawa Timur, sekolah itu adalah SMP Yayasan Islam Malik Ibrahim (YIMI) Full Day School Gresik. Tak banyak yang tau sebelumnya bahwa sekolah yang awalnya bernama SMP Malik Ibrahim Gresik ini hampir ditutup oleh Dinas Pendidikan setempat karena kurangnya minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya disekolah ini. Memang citra  sekolah yang sudah berdiri sejak tahun 1912 ini di mata masyarakat tidak baik. Hal itu dikarenakan bangunan sekolahnya yang sudah kuno dan jumlah penerimaan siswa yang sangat sedikit.
            Sekolah yang dulunya mendapat citra buruk di masyarakat itu kini berkembang dengan bangunan lebih bagus serta memiliki prestasi yang bagus. Salah satu buktinya adalah SMP YIMI Gresik meluluskan siswanya dengan nilai rata-rata Unas 27,50. Nilai tertinggi diraih sekolah bertaraf internasional SMP 1 Gresik dengan nilai rata-rata 27,58. Dengan berpredikat sebagai sekolah debutan, sekolah ini berhasil meluluskan siswanya 100 persen. Seiring dengan perubahan itu, SMP YIMI Gresik kini mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Sekolah ini menggunakan Metode riset Multiple Intelligences Research saat penerimaan siswa baru. Metode ini tidak hanya memilih siswa yang pandai saja, semua siswa bisa masuk sekolah ini selama belum penuh kuotanya.[7]
C. ANALISIS
          Seluruh lembaga pendidikan islam sejak tahun 1975 sudah menerapkan kurikulum yang integrated antara ilmu agama dan ilmu umum. Adanya progam pembaharuan pendidikan islam melalui dana yang diusahakan dari berbagai lembaga donor internasional yang dikoordinasikan pelaksanaanya oleh Kementerian Agama Republik Indonesia dilakukan pengembangan kurikulum yang integrated dan menerapkan konsep pendidikan yang progesif, juga dilakukan pengembangan sarana, prasarana, laboratorium dan sebagainya.[8]
            SMP YIMI Gresik merubah bangunanya menjadi modern karena ingin menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Lingkungan yang lebih baik akan memberikan kesan bahwa sekolah ini sudah berubah. Dengan proses penerimaan siswa yang tidak mementingkan tingkat kecerdasan siswa, sekolah ini siap untuk menerima siapapun walaupun kondisi siswa yang beragam. Sekolah ini meyakini bahwa setiap individu memiliki kecerdasan. Sekolah ini lebih mementingkan process dari pada input. Tak jarang para guru kesulitan menghadapi anak yang memiliki watak yang beraneka ragam, seperti anak yang nakal, anak yang pemalu, anak yang tidak bisa mengendalikan dirinya dan lain sebagainya.
            Dengan metode Multiple Intelligences Research, sebuah metode yang diadopsi dari barat oleh Munif Chatib ini memberikan dampak positif terhadap lembaga pendidikan islam.[9] Untuk menjadi sekolah islam yang unggul tidak hanya terpaku pada ilmu yang berhubungan dengan islam saja, tetapi juga mengambil pengetahuan dari barat dan memadukan keduanya dengan tujuan untuk memajukan pendidikan pada umumnya dan pendidikan islam pada khususnya.


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
            Pendidikan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam ajaran Islam sangat menekankan tentang pendidikan, yaitu pendidikan yang mengarah kepada kebaikan. Pendidikan saat ini berkembang dengan pesat. Berbagai inovasi dalam pendidikan tercipta guna mengikuti perkembangan pengetahuan dan teknologi, tak terkecuali dalam dunia pendidikan islam. Untuk merespon hal itu pendidikan islam berusaha memajukan pengetahuan islam dengan cara memadukan pengetahuan tentang agama islam dan pengetahuan modern. Hal itu terbukti dalam lembaga pendidikan  berbasis islam yang menerapkan kurikulum yang berisi perpaduan antara pengetahuan agama dan pengetahuan modern. Sekolah yang berbasis islam kini mempunyai beragam inovasi dalam memajukan pendidikan, salah satunya yaitu metode Multiple Intelligences Research.
B. SARAN
            Untuk memajukan pendidikan islam agar bisa bersaing di era global, kita harus mempelajari pengetahuan modern, tidak hanya mempelajari ajaran agama saja. Setiap lembaga pendidikan yang berbasis islam harus berinisiatif untuk memajukan pendidikan islam dengan memadukan antara pengetahuan agama dan pengetahuan modern. Dengan pengetahuan agama dan modern yang seimbang akan membentuk peradaban islam yang maju di masa yang mendatang.




DAFTAR PUSTAKA

Chatib, Munif. 2009. Sekolahnya Manusia. Bandung: Kaifa
Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Zainal, Veithzal Rivai. Bahar, Fauzi. 2013. ISLAMIC EDUCATION MANAGEMENT, dari teori ke praktik, mengelola pendidikan secara profesional dalam perspektif islam. Jakarta: Raja grafindo Persada
Nata, Abuddin. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam Dan Barat. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Abuddin Nata, Abuddin. 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam, isu-isu kontemporer tentang pendidikan islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada





[1]Ki Hadjar Dewantara dalam Prof. Dr. H. Veithzal Rivai Zainal, SE, MM, MBA dan Dr. H Fauzi Bahar, M.Si, ISLAMIC EDUCATION MANAGEMENT, dari teori ke praktik, mengelola pendidikan secara profesional dalam perspektif islam, Jakarta, Raja grafindo Persada,2013, hal.71
[2] John Dewey dalam Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA, Pemikiran Pendidikan Islam Dan Barat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2012, hal. 223
[3] Al-Naquib al-attas dalam Prof. Dr.H Abuddin Nata, MA, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010, hal.14
[4] Prof. Dr. H. Veithzal Rivai Zaenal, SE, MM, MBA dan Dr. H Fauzi Bahar, M.Si, ISLAMIC EDUCATION MANAGEMENT, dari teori ke praktik, mengelola pendidikan secara profesional dalam perspektif islam, Jakarta, Raja grafindo Persada, 2013, Hal. 73
[5]http://www.academia.edu/7490413/Resensi_Buku_Islamss_Quantum_Question_Reconciing_Muslim_Tradition_and_Modern_Science_-NIDHAL_GUESSOUM
[6] Munif Chatif, 2009, Sekolahnya Manusia, Bandung, Kaifa, hal. 94
[7] Ibid hal. 3-11
[8] Prof. Dr.H Abuddin Nata, MA, Kapita selekta pendidikan islam, isu-isu kontemporer tentang pendidikan islam, jakarta, raja grafindo persada, 2012, hal. 369
[9] Munif Chatif adalah mantan Direktur Lembaga Pendidikan YIMI Gresik yang sekarang menjabat sebagai CEO Next Worldview, sebuah lembaga konsultan dan pelathan pendidikan, Ia pernah belajar langsung dari Bobby de Porter dan Howard Gardner.

Minggu, 22 November 2015

Tafsir Tarbawi Q.S AT-TAUBAH AYAT 122



ANJURAN BELAJAR MENURUT Q.S AT-TAUBAH AYAT 122





Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu: Drs. Najmuddin Zuhdi, M.Ag

Disusun oleh:
SEBASTIAN WISNU AJI   (G000140137)
AMRON SUJARWO           (G000140021)
KELAS B (Tarbiyah)

FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Surat at-Taubah ayat 122 merupakan surat yang turun di Madinah. Surat itu turun ketika Rasulullah Saw memerintahkan pasukan untuk mengikuti perang. Banyak sekali orang yang mengajukan diri kepada Nabi Saw untuk ikut berperang, kemudian turunlah ayat ini yang memerintahkan kepada mereka untuk sebagian memperdalam ilmu agama. Mereka yang memperdalam ilmu agama agar dapat memberikan peringatan kepada kaum mereka apabila mereka telah kembali dari peperangan.
            Seandainya mereka semua ikut pergi berperang, maka dikhawatirkan tak ada yang memperdalam ilmu agama. Maka sejak masa Rasulullah Saw, masa Khulafa urrayidin hingga masa bani umayah dan Abbasiyah banyak bermunculan para ulama. Banyak sahabat nabi yang memperdalam ilmu agama, seperti Ibnu Abbas dan sahabat lainya, selain memimpin pemerintahan dan perang para khulafa urrasyidin juga memiliki ilmu agama yang baik. Hingga bermunculan ulama pada masa Umayah dan Abbasiyah seperti, Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dan masih banyak ulama yang lain.
Hingga saat ini umat islam dianjurkan memperdalam ilmu agama. Menuntut ilmu sangat penting dalam ajaran islam, karena perbuatan tanpa didasari dengan ilmu maka perbuatan itu akan sia-sia. Selain itu, dengan ilmu kita dapat memperingatkan orang lain jika mereka menyimpang dari ajaran agama. Manusia dikaruniai akal dan pikiran yang tidak dimiliki makhluk lain agar dapat mempelajari ilmu apapun. Alangkah ruginya manusia jika tidak dapat memanfaatkan anugerah itu dengan sebaik-baiknya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penafsiran Q.S at-Taubah ayat 122 menurut Tafsir al Maraghi, Tafsir Al Mishbah dan Tafsir Al Azhar?
2.  Apa nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S at-Taubah ayat 122?
C. Tujuan
1. Mengetahui penafsiran Q.S at-Taubah ayat 122 menurut Tafsir al Maraghi, Tafsir Al Mishbah dan Tafsir Al Azhar.
2.  Mengetahui nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S at-Taubah ayat 122.



BAB II
PEMBAHASAN

۞وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ ١٢٢
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (at-Taubah: 122)
A. Penafsiran Q.S at-Taubah ayat 122 Menurut Tafsir Al Maraghi
1. Penafsiran kata-kata sulit
Nafara : Berangkat Perang
Laula : kata-kata yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu yang disebutkan sesudah kata-kata tersebut, apabila hal itu terkjadi di masa yang akan datang. Tetapi laula juga berarti kecaman atas meninggalkan perbuatan yang disebutkan sesudah kata itu, apabila merupakan hal yang telah lewat. Apabilang hal yang dimaksud merupakan perkara yang mungkin dialami, maka bisa juga laula, itu berarti perintah mengerjakannya.
Al-Firqah : Kelompok Besar.
Ath-Tha’ifah : Kelompok Kecil.
Tafaqqaha : Berusaha keras untuk mendalami dan memahami suatu perkara dengan susah payah untuk memperolehnya.
Andzarahu : Menakut-nakuti dia.
Hadzirahu : Berhati-hati terhadapnya.
2. Pengertian Secara Ijmal (umum)
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti, dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakkan sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak disyari’atkan kecuali untuk menjadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut, agar tidak dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orag-orang kafir munafik.
Menurut riwayat Al-Kalabi dari Ibnu ‘Abbas, bahwa dia mengatakan, “setelah Allah mengecam keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai Rasulullah dalam peperangan, maka tidak seorang pun diantara kami  yang tinggal untuk tidak menyertai bala tentara atau utusan perang untuk selama-lamanya. Hal ini benar-benar mereka lakukan, sehingga tinggalah Rosulullah sendiri. Maka, turunlah wahyu:
وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ
Tidaklah patut bagi orang-orang mu’min, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya beerangkat menyertai setiap utusan peering yang keluar menuju medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardhu qifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardhu ‘ain,yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rosulullah sendiri keluar dan mengerahkan kaum mu’minin menuju medan perang.
            Mengapa tidak segolongan saja, atau sekelompok kecil saja yang berangkat ke medan tempur dari tiap-tiap golongan besar kaum Mu’minin seperti penduduk suatu negeri atau suatu suku, dengan maksud supaya orang-orang mu’min seluruhnya dapat mendalami agama mereka. Yaitu, dengan cara orang yang tidak berangkat dan tinggal di kota (Madinah), berusaha keras untuk memahami agama, yang Wahyu-Nya turun kepada Rosulullah saw. Hari demi hari, berupa ayat-ayat, maupun yang berupa hadits-hadits dari Nabi SAW. Yang mnerangkan Ayat-ayat tersebut, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Dengan demikian, maka diketahuilah hukum dengan hikmahnya, dan menjadi jelas hal yang masih muj’mal dengan adanya perbuatan Nabi tersebut. Disamping itu orang yang mendalami agama memberi peringatan kepada kaumnya yang pergi perang menghadapi musuh, apabila mereka telah kembali kedalam kota.
Artinya, agar tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu karena ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Allah dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan, disamping agar seluruh kaum Mu’minin mengetahui agama mereka, mampu menyebarkan da’wahnyadan membelanya, serta menerangkan rahasia-rahasiaNya kepada seluruh umat manusia. Jadi, bukan bertujuan supaya memperoleh kepemimpinan dan kedudukan yang tinggi serta mengungguli kebanyakan orang-orang lain, atau atau bertujuan memperoleh harta dan meniru orang zalim dan para penindas dalam berpakaian, berkendaraan maupun dalam persaingan diantara sesame mereka.
Ayat tersebut merupakan isyarat tentang kewajibannya dalam pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya ditempat-tempat pemukiman serta memahamkan orang-orang lain kepada agama, sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka. Sehingga, mereka tak bodoh lagi tentang hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap Mu’minin.
Orang-orang yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini, mereka mendapat kedudukan yang tinggi disisi Allah swt, dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat Allah SWT. Membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan , mereka boleh jadi lebih utama dari para pejuang pada selain situasi ketika mempertahankan agma menjadi Wajib’ain bagi setiap orang.
B. Penafsiran Q.S at-Taubah ayat 122 Menurut Tafsir Al Azhar
            Dengan susun kalimat Falaulaa, yang berarti diangkat naiknya, maka Tuhan telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing, baik secara ringan maupun berat. Maka dengan ayat ini Tuhan pun menuntun, hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang agama. Jika yang pergi ke medan perang itu bertarung nyawa dengan musuh, maka yang tinggal digaris belakang memperdalam pengertian (Fiqh) tentang agama. Sebab tidaklah pula kurang penting jihad yang mereka hadapi. Ilmu agama wajib diperdalam. Dan tidak semua orang akan sanggup mempelajari seluruh agama itu secara ilmiah. Ada pahlawan di medan perang dengan pedang di tangan dan ada pula pahlawan digaris belakang merenung kitab. Keduanya penting dan keduanya isi mengisi. Suatu hal yang terkandung dalam ayat ini yang musti kita perhatikan yaitu alangkah baiknya keluar dari tiap-tiap golongan itu, diantara mereka ada satu kelompok, supaya mereka memperdalam pengertian tentang agama.
            Jika dilihat sepintas, seakan-akan ada perlawanan diantara ayat 42 yang menerangkan bahwa kalau seruan peperangan (nafir) telah datang, hendaklah pergi berperang, biar ringan atau berat, muda ataupun tua, bujang atau sugah berkeluarga dengan ayat 122 diatas. Sebab ayat 122 ini dijelaskan bahwa tidaklah baik jika orang yang beriman itu turut semuanya. Padahal tidaklah kedua ayat ini  bertentangan atau berlawanan dan tidak pula terjadi nasikh-mansukh. Sebab di ayat  122 ini masih jelas diterangkan bahwa golongan-golongan itu keluar apabila panggilan sudah datang. Mereka semuanya datang kepada Rasulullah untuk mendaftarkan dirinya. Tetapi hendaklah dari golongan-golongan yang banyak itu, yang di waktu itu datang berbondong kepada Rasulullah, ada satu kelompok (Thaifatun), yang bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuanya dalam hal agama.
            Tegasnya adalah bahwa semua golongan itu harus berjihad, turut berjuang. Tetapi Rasulullah kelak membagi tugas mereka masing-masing. Ada yang berjihad ke garis muka dan ada yang berjihad di garis belakang. Sebab itu maka kelompok kecil yang memperdalam pengetahuanya tentang agama itu adalah sebagian daripada jihad juga.
            Ayat ini adalah tuntunan yang jelas sekali tentang pembagian pekerjaan di dalam melaksanakan seruan perang. Alangkah baiknya keluar dari tiap golongan-golongan itu, yaitu golongan kaum beriman yang besar bilanganya, yang berintikan penduduk kota madinah dan kampung-kampung sekelilingnya. Dari golongan yang besar itu adakan satu kelompok (cara sekarangnya suatu panitia), atau komisi atau satu dan khusus, yang tidak terlepas dari ikatan golongan besar itu, dalam rangka berperang. Tugas mereka adalah memperdalam pengertian, penyelidikan dalam soal-soal keagamaan belaka.
            Boleh dikatakan bahwa selama zaman Rasulullah Saw masih hidup, keadaan selalu dalam keadaan perang. Cara sekarangnya adalah selalu berevolusi. Musuh-musuh mengepung dari segala penjuru. Maka ayat ini memberi tuntunan jangan lengah tentang nilai apa yang sebenarnya diperjuangkan. Yang diperjuangkan adalah agama.
            Zaman modern seperti sekarang inipun telah membuktikan lebih dalam lagi kebenaran ayat 122 ini. Zaman modern adalah zaman specialisasi, kejurusan dan kekhususan suatu ilmu. Ilmu-ilmu agama islam sendiri mempunyai bidang-bidang khusus sendiri. Jarang seorang ulama yang ahli dalam segala ilmu. Sebab itu maka pengertian terhadap cabang-cabangnya wajiblah diperdalam.
            Pada ujung ayat 122 intinya adalah kewajiban dari kelompok yang tertentu memperdalam faham agama itu, yaitu supaya dengan pengetahuan mereka yang lebih dalam, mereka dapat memberikan peringatan dan ancaman kepada kaum mereka sendiri apabila mereka kembali pulang supaya kaum itu berhati-hati. Dengan adanya ujung ayat ini nampaklah tugas yang berat dari ulama dalam islam.
C. Penafsiran Q.S at-Taubah ayat 122 Menurut Tafsir Al Mishbah
            Anjuran demikian gencar, pahala yang demikian besar bagi yang berjihad serta kecaman yang sebelumnya ditujukan kepada yang enggan, menjadikan kaum beraiman berduyun-duyun dan dengan penuh semangat maju ke medan juang. Ini tidak pada tempatnya, karena ada arena perjuangan lain yang harus dipikul.
Sementara ulama menyebut riwayat yang menyatakan bahwa ketika Rasul SAW,tiba kembali ke Madinah. Beliau mengutus pasukan yang terdiri dari beberapa orang ke beberapa daerah. Banyak sekali yang ingin terlibat dalam pasukan kecil itu. Sehingga jika diperuntukan, maka tidak akan tinggal di Madinah bersama Rasul kecuali beberapa gelintir orang saja. Ayat ini menurut kaum muslimin untuk membagi tugas dengan menegaskan bahwa tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin yang selama ini dianjurkan agar bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan perang sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas-tuga yang lain. Jika memang tidak ada panggilan yang bersifat mobilisasi umum maka mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan yakni kelompok besar diantara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersunguh-sungguh memeperdalam pengetahuan tentang agama sehingga mereka dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan untuk orang lain dan juga untuk memeberi peringatan kepada kau mereka yang menjadi kaum mereka yang menjadi anggota pasukan yang ditugaskan Rosulullah SAW. Itu apabila nanti setelah selesainyatugas, mereka yakni anggota pasukan itu telah kembali kepada mereka yang memperdalam pengetehuan itu, supaya mereka yang jauh dari Rosulullah SAW. Karena tugasnya dapat berhati-hati dan menjaga diri mereka.
Menurut al-Biqa’i, kata tha ifah dapat berarti satu atau dua orang. Adajuga yang tidak menentukan jumlah tertentu, namun yang jelas ia lebih kecil dari firqah yang bermakna sekelompok manusia yang berbeda dengan kelompok yang lain. Karena itu, satu suku atau bangsa, masing-masing dapat dinamai firqah.
Kata  liyatafaqqahu terbilang dari kata fiqh yakni pengetahuan yang mendalam menyangkut hal-hal yang sulit dan tersembunyi. Bukan sekedar pengetahuan. Penambahan huruf ta pada kata tersebut mengandung makna kesungguhan upaya, yang dengan keberhasialan upaya itu para pelaku menjadi pakar-pakar dalam bidangnya. Demikian kata tersebut mengundang kaum muslimin untuk menjadi pakar-pakar pengetahuan.
Kata fiqh disini bukan terbatas pada apa yang diistilahkan dalam disiplin ilmu agama dengan ilmu fiqh, yakni pengetahuan tentang hukum-hukum agama islam yang bersifat praktis dan yang diperoleh melalui penalaran terhadap dalil-dalil yang rinci. Tetapi kata itu mencakup segala macam pengetahuan mendalam. Pengaitan tafaqquh (pengetahuan mendalam itu) dengan agama, sepertinya hanya untuk menggaris bawahi tujuan pendalaman itu, bukan dalam arti pengetahuan dalam ilmu agama. Pembagian tentang disiplin ilmu-ilmu agama dan ilmu umum belum dikenal pada masa turunnya Al-Qur’an bahkan tidak diperkenalkan oleh Allah swt. Al-Qur’an tidak membedakan ilmu. Ia tidak mengenal ilmu agama dan ilmu umum, karena semua ilmu bersumber dari Allah swt. Yang di perkenalkannya adalah ilmu yang diperoleh dengan usaha manusian kasby (acquired knowledge) dan ilmu merupakan anugerah Allah swt tanpa usaha manusia (ladunny/perennial).
Kita tidak dapat berkata bahwa karena ayat ini hanya menyatakan bahwa cukup thaifah yang dapat berarti satu dua orang yang menuntut dan memperdalam ilmu, maka selebihnya harus menjadi anggota pasukan yang bertugas perang. Memang, boleh jadi ketika turun ayat ini demikin itu halnya, tetapi ini bukan berarti bahwa setiap saat hingga kini harus demikian. Apalagi tujuan utama ayat ini adalah menggambarkan bagaimana seharusnya tugas-tugas dibagi sehingga tidak semua mengerjakan satu jenis pekerjaan saja. Karena itu juga, kita tidak dapat berkata bahwa masyarakat islam kini atau bahkan pada zaman Nabi saw hanya melakukan dua tugas pokok, yaitu perang dan menuntut ilmu agama. Tidak! Sungguh banyak tugas lain, dan setiap masyarakat bekewajiban membagi diri guna memenuhi semua kebutuhannya.
Ayat ini menggaris bawahi pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskan informasi yang benar. Ia tidak kurang penting dari upaya mempertahankan wilayah. Bahkan pertahanan wilayah berkaitan erat dengan kemampuan informasi serta kehandalan ilmu pengetahuan atau seumber daya manusia. Sementara ulama menggaris bawahi persamaan redaksi ajuran/perintah menyangkut kedua hal tersebut. Ketika berbicara soal perang, redaksi ayat 120 dimulai dengan menggunakan istilah maakana, demikian juga ayat ini yang berbicara tentang pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarkan informasi.
Di atas, ketika menjelaskan ayat 115 surat ini telah dikemukakan pandangan asy-Sya’rawi tentang arti  maakana. Jika demikian, ayat 115 dan ayat 120 yang lalu bermaksud menyatakan bahwa tidak ada kemampuan untuk penduduk Madinah meninggalkan Rosulullah sendiri di Madinah. Tidak ada juga kemampuan bagi seluruh kaum muslimin untuk pergi berperang tanpa ada yang tinggal memperdalam ilmu dan menyebarkan informasi. Jadi, kalua kemampuan itu tidak ada, berarti mereka tidak dapat mengelak dari perintah tersebut,sehingga mau tidak-mau harus terlaksana. Maka dari itu disini para ulama bertemu ketika menyatakan bahwa redaksi tersebut digunakan untuk memerintahkan sesuatu dengan sungguh-sungguh.
Tertera diatas bahwa yang dimaksud dengan orang yang memperdalam pengetahuan demikian juga memberi perintah adalah mereka yang tinggal bersama Rosulullah. Dan tidak mendapat tugas sebagai anggota pasukan, sedang yang diberi perintah adalah anggota pasukan yang keluar melaksanakan tugas yang dibebankan rosulullah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Ada juga ulama antara lain Ibnu Jarir at-thabari, yang membalik pengertian diatas. Menurutnya, yang memperdalam pengetahuan adalah anggota pasukan yang ditugaskan Nabi saw. Dengan perjuangan dan kemenangan menghadapi musuh yang mereka raih. Mereka memperoleh pengetahuan tentang kebenaran Islam serta pembelaan Allah swt. Terhadap agamaNya. Dan dengan demikian, jika mereka kembali kepada kelompok yang tidak ikut bersama mereka yakni yang tinggal bersama Nabi saw di Madinah, mereka yang pergi berjuang itu akan menyampaikan bencana yang menimpa musuh-musuh Allah yang membangkang perintahNya dan memperingatkan mereka tentang kuasa Allah, agar yang tingggal bersama Rosulullah, berhati hati dalam sikap dan kelakuan mereka. Sayyid Quthubtermasuk yang mendukung pendapat At Thabari. Secara panjang lebar dan dalam beberapa halaman pakar ini mengemukakan analisisnya. Antara lain ia menulisbahwa kelirulah siapa yang menduga bahwa orang-orang yang tidak ikut berperang, berjihad atau bergerak dinamis, adalah yang bertugas memperdalam pengetahuan. Tidak sejalan dengan ciri agama Islam. Pergerakan adalah ciri agama Islam karena itu Islam tidak dapat dipahami kecuali oleh mereka yang bergerak, mereka yang berjuang untuk membumikannya dalam kenyataan hidup. Pengalaman menunjukan bahwa mereka yang tidak terlibat dan menyatu dalam pergerakan agama ini, tidak memahaminya, walau ia berkonsentrasi penuh mempelajarinya dari buku-buku dengan cara yang dingin. Fiqh agama ini, tulisannya lebih jauh, tidak muncul kecuali dari arena perjuangan, bukannya dipetik dari seorang pakar yang duduk di saat pergerakan menjadi wajib, tidak juga dari mereka yang kini berdiam diri menghadapi buku-buku dan kertas-kertas. Demikin antara lain Sayyid Quthub.
Pendapat ini sepertinya sedikit dipaksakan, apalagi tidaklah pada tempatnya menamai pengalaman mereka yang terlibat dalam perang atau kemenangan yang mereka raih sebagai upaya tafaqquh fid din ( memperdalam pengetahuan agama).
Ayat ini menggaris bawahi terlabih dahulu motivasi bertafaqquh/ memperdalam pengetahuan bagi mereka yang dianjurkan keluar, sedang motivasi utama mereka yang berperang bukanlah tafaqquh. Ayat ini tidak berkata bahwa hendaklah jika mereka pulang mereka bertafaqquh, tetapi berkata “untuk memberi peringatang kepada kaum merka apabila mereka telah kembali kepada mereka, supaya mereka berhati-hati. Peringatan itu hasil Tafaqquh. Itu tidak mereka peroleh pada saat terlibat dalam perang, karena yang terlibat ketika itu pastilah sedemikian sibuk menyusun setrategi dan menghalang serangan, mempertahankan diri sehingga tidak mungkin ia dapat bertafaqquh memperdalam pengetahuan. Memeng harus diaakui, bahwa yang bermaksud memperdalam pengetahuan agama harus memahami arena, serta memperhatikan kenyataan yang ada, tetapi itu tidak berarti tidak dapat dilakukanoleh mereka yang tidak terlibat dalam perang. Bahkan tidak keliru jika dikatakan bahwa yang tidak terlibat dalam perang itulah yang lebih mampu menarik pelajaran, mengembangkan ilmu dari pada mereka yang terlibat langsung dalam perang.
D. Nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S at-Taubah: 122
            Surat at-Taubah ayat 122 merupakan ayat yang menjelaskan tentang pentingnya menuntut ilmu agama. Nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat itu adalah sebagai berikut:
1.      Kewajiban mendalami agama dan kesiapan untuk mengajarkannya.
Maksudnya, tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena menuntut ilmu itu merupakan suatu kewajiban sehinnga menuntut ilmu mempunyai derajat yang sangat tinggi. sehingga di sejajarkan dengan orang yang perang dijalan Allah.
2.      Hasil dari pembelajaran itu tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi diharapkan mampu untuk menyampaikan terhadap orang lain. 




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Menuntut ilmu merupakan salah satu bentuk  jihad dijalan allah swt, khususnya memperdalam ilmu agama. Tujuan dari menuntut ilmu agama adalah untuk memberikan  peringatan kepada sesama muslim agar selalu berhati-hati dan tidak menyimpang dari ajaran agama. Selain itu memperdalam ilmu agama guna mengajarkanya kepada orang lain agar sampai kepada keturunan kita nanti.


    
  
DAFTAR PUSTAKA
M. Quraish Shihab. 2002. TAFSIR AL-MISHBAH Pesan, Kesan, dan keserasian Al-Qur’an Volume 5, Jakarta: Lentera Hati
Ahmad Mustafa Al-Maragi. 1992. Terjemah Tasir Al-Maragi Juz 10-11-12, Semarang: CV Toha Putra
Hamka. 1965. Al- Azhar Juzu’ XI, Jakarta: Yayasan Nurul Islam