Rabu, 26 November 2014

Makalah Sistem Pemerintahan Dan Sistem Politik



Tugas makalah
 sistem politik dan sistem pemerintahan






Dosen: Dr. Syamsul Hidayat, M.Ag
Kelompok 5:
1. Sebastian Wisnu Aji (G000140137)
2. Ade Riusma Ariyana (G000140132)
3. M. Fidaul khaq (G000140068)



FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

                    KATA PENGANTAR                  



Segala puji atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta nikmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada permata alam, junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta sahabatnya hingga hari kiamat nanti.
Makalah berjudul ”Sistem Politik Dan Sistem Pemerintahan” ini dibuat berdasarkan referensi yang valid untuk melengkapi tugas mata kuliah pendidikan kewarganegaraan. Apabila ada kesalahan dalam penulisan, penulis menyampaikan permintaan maafnya.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada kita tentang sistem politik, sistem pemerintahan daerah, serta sistem politik dan pemerintahan dalam islam. Penulis akan sangat berterima kasih atas saran dan kritik yang membangun. Jazakumullah khairan katsiran.

                                                                Surakarta, 12 Oktober 2014

          KELOMPOK 5








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR     .......................................................... ii
DAFTAR ISI                    .......................................................... iii
BAB I  PENDAHULUAN.........................................................
A. Latar Belakang Masalah        ........................................................................  1
B. Rumusan Masalah                  ........................................................................ 1
C. Tujuan Masalah                      ........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. SISTEM POLITIK              ........................................................................ 3
1.  Pengertian Sistem Politik  ........................................................................ 3
2. Mekanisme sistem Politik   ........................................................................ 4   
3. Ciri-Ciri Sistem Politik       ........................................................................ 4
4. Arah dan Sasaran Sistem politik................................................................ 6
B. SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH................................................... 6
1. Pengertian Pemerintahan Daerah Dan Otonomi Daerah............................ 6
2. PILKADA  Langsung dan Tidak Langsung.............................................. 8
3. Mekanisme Dan Tata Cara Pemilihan Kepala Daerah................................ 8   
C. SISTEM POLITIK DAN SISTEM PEMERINTAHAN  DALAM ISLAM.. 14
1. Pengertian Sistem Politik Atau Pemerintahan Dalam Islam...................... 14
2. Nilai-nilai Dasar Sistem Politik Dalam Islam............................................. 15
3. Negara Khilafah Islamiyah Dalam Sistem Pemerintahan Islam................. 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan                            ........................................................................ 20
B. Saran                                      ........................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA      .......................................................... 21

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Politik merupakan bagian tak terpisah dari suatu bangsa, karena untuk menjalankan roda pemerintahan diperlukan suatu sistem politik. Dalam sistem politik terdiri dari lembaga-lembaga negara yang bertugas menentukan suatu kebijakan. Untuk menentukan suatu kebijakan maka diperlukan keseimbangan antara suprastruktur dan infrastruktur politik, karena setiap kebijakan yang dihasilkan akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat di negara itu.
Di negara Indonesia ini terdiri dari berbagai wilayah provinsi dan kabupaten, maka pemerintah pusat memberikan wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola dan mengatur pemerintahan dan kepentingan masyarakat  menurut peraturan perUndang-Undang. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah memiliki wewenang untuk mengurus sumber daya alam dan sumber daya manusia di daerah tersebut. Salah satu kewajiban daerah otonom adalah memilih kepala daerah.  Dengan wewenang dan kewajiban Pemerintah Daerah bukan berarti Pemerintah Pusat terlepas dari tanggung jawab, Pemerintah Pusat tetap bertanggung jawab mengawasi pemerintahan di daerah.
Sistem politik dan pemerintah sebenarnya sudah ada sejak dulu. Dalam agama Islam, Sistem politik dan Pemerintahan dimulai ketika Nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin umat islam. Sistem kenegaraan sudah diterapkan pada waktu itu. Setelah Nabi wafat, Pemerintahan dilanjutkan oleh Khulafa’ urrasyidin. Kemudian berlanjut sampai berakhirnya khalifah utsmani di Turki.
Pada jaman modern ini, Sistem Pemerintahan sudah terpengaruh dengan budaya politik bangsa barat. Mayoritas bangsa di dunia menggunakan sistem politik barat, termasuk Indonesia yang memakai sistem Demokrasi.
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah:
Bagaimana pengertian sistem politik itu?
Bagaimana mekanisme, ciri-ciri, arah  dan sasaran sistem politik itu?
Bagaimana pengertian sistem pemerintahan daerah itu?
Bagaimana pengertian otonomi daerah itu?
Bagaimana analisis tentang pilkada langsung dan pilkada tidak langsung?
Bagaimana sistem politik dalam islam itu?
C. Tujuan Masalah
Tujuan makalah ini adalah:
Untuk mengetahui pengertian sistem politik.
Untuk mengetahui mekanisme, ciri-ciri, arah dan sasaran sistem politik.
Untuk mengetahui pengertian sistem pemerintahan daerah itu.
Untuk mengetahui pengertian otonomi daerah itu.
Untuk mengetahui bagaimana proses pilkada langsung dan tidak langsung.
Untuk mengetahui sistem politik menurut perspektif islam.













BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Politik
1. Pengertian Sistem Politik
Sistem adalah sekumpulan objek (unsur-unsur atau bagian-bagian) yang berbeda-beda yang saling berhubungan, saling bekerja sama, dan saling mempengaruhi satu sama lain serta terikat pada rencana yang sama untuk mencapai tujuan tertentu dalam lingkungan yang kompleks.[1]
Dalam catatan sejarah, orang yang pertama mengenalkan politik adalah Aristoteles (384-322 SM) seorang filsuf Yunani kuno. Menurut Aristoteles politik berasal dari kata “polis” yaitu dari kata polistaia. Polis artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri (negara). Dan taia berarti urusan. Jadi, polis adalah suatu organisasi kekuasaan yang diberi wewenang untuk mengurus kesatuan masyarakat dengan menciptakan tata tertib dalam kehidupan bersama didalam wilayah negara.
Dari kata polis tersebut dapat diketahui bahwa politik merupakan istilah (terminologis) yang dipergunakan untuk konsep pengaturan masyarakat, yaitu berkaitan dengan masalah bagaimana pemerintahan dijalankan agar terwujud sebuah masyarakat politik atau negara yang paling baik.[2]
Apabila pengertian sistem ini digabungkan dengan pengertian politik maka diperoleh pengertian sistem politik yaitu suatu keseluruhan komponen-komponen atau lembaga-lembaga yang berfungsi di bidang politik yang kegiatanya menyangkut penentuan kebijakan umum (public policies) dan bagaimana kebijakan itu dilaksanakan, yaitu hal-hal yang menyangkut kehidupan negara atau pemerintahan.[3]
Beberapa pengertian sistem politik menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.
Menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langggeng.
Menurut Almond, Sistem Politik adalah interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi.
Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan- hubungan antara manusia yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan, ataupun wewenang.
2. Mekanisme sistem politik
Menurut David Easton sistem politik terdiri dari sejumlah lembaga-lembaga dan aktivitas-aktivitas politik masyarakat yang berfungsi mengubah tuntutan-tuntutan (demands), dukungan-dukungan (supports), dan sumber-sumber (resources) menjadi keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan yang bersifat otoritatif (sah dan mengikat) bagi seluruh masyarakat. Dengan formulasi lain sistem politik terdiri dari:
1. Subsistem masukan (inputs), terdiri dari tuntutan-tuntutan, dukungan-dukungan dan sumber-sumber.
2. Subsistem proses (withinputs), proses mengubah masukan menjadi keluaran atau juga disebut proses konversi atau kotak hitam.
3.  Subsistem keluaran (outputs), hasil atau  produk dari proses konversi yang berupa keputusan atau kebijakan.
4. Subsistem lingkungan (environment), yaitu faktor-faktor dari luar yang mempengaruhi sistem politik seperti sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, keamanan, geografis.
5. Subsistem umpan balik (feedback) yaitu dampak dari pelaksanaan keputusan atau kebijakan baik yang positif maupun negatif, dimanfaatkan oleh sistem politik.[4]
3. Ciri-ciri sistem politik
Ciri-ciri sistem politik menurut Gabriel A. Almond adalah:
1. Semua sistem politik pasti mempunyai struktur politik.
Dalam pengertian bahwa di dalam masyarakat yang paling sederhanapun, sistem politik dari masyarakat tersebut mempunyai tipe struktur politik yang terdapat di dalam masyarakat yang paling kompleks. Tipe-tipe tersebut dapat diperbandingkan satu sama lain sesuai dengan tingkatan dan bentuk strukturnya.
2. Semua sistem politik menjalankan fungsi politik yang sama, walaupun tingkatannya berbeda-beda karena adanya perbedaan struktur. Demikian pula dapat diperbandingkan bagaimanakah fungsi-fungsi dari sistem-sistem politik itu dijalankan dan bagaimana pula cara/gaya melaksanakannya.
3. Semua struktur politik mempunyai sifat multi fungsional (menjalankan banyak fungsi). Sistem politik dapat dibandingkan menurut tingkat kekhususan fungsi di dalam struktur itu.
4. Semua sistem politik adalah sistem campuran.
Secara rasional tidak ada struktur dan kebudayaan yang semuanya modern atau semuanya primitif dalam pengertian tradisional. Perbedaan yang ada hanya bersifat relatif saja, dan keduanya bercampur satu dengan yang lainnya.
Beberapa sistem politik di berbagai negara di dunia:

1. Sistem Politik Otokrasi tradisional
Ciri-ciri :
a. Tidak persamaan & kebebasan politik
b. Ada stratifikasi ekonomi, nilai & moral
c. Pemimpin dijadikan sebagai lambang kebersamaan
d. Adanya permodalan (SARA)
e. Dipilih berdasarkan tradisi
f. Yang menjadi penguasa dibedakan antara kaya & miskin

2.   Sistem Politik Otoriter
Sistem yg didasarkan pada patron & khen (unsur kekerabatan) menyebabkan militer menjadi pengayom untuk hampir semua kegiatan politik.

3.   Sistem Politik Totaliter
Ciri-ciri :
a. Tidak ada persamaan & kebebasan politik
b. Sama rasa & sama rasa dalam kegiatan ekonomi
c. Bersifat sakram ideologi dianggap sebagai agama politik
d. Kewenangannya bersifat totaliter, doktriner / paksaan
e. Partai sebagai pengendali politik & ekonomi rakyat



4.   Sistem Politik Diktator
Dalam menjalankan kekuasaannya seorang pemimpin berkuasa tanpa batas. Dengan ruang lingkup yg di monopoli.

5.   Sistem Politik Demokrasi
Ciri-ciri :
a. Adanya persamaan & kebebasan politik
b. Tidak ada stratifikasi ekonomi
c. Bersatu dalam perbedaan
d. Kekuasaan relatif merata
e. Hukum & UU (Undang-undang) yg memberi kewenangannya
f. Fleksibel mengambil bagian secara aktif dalam politik & ekonomi.

4. Arah dan sasaran sistem politik
politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara (termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti Partai politik, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakat diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.
B. Sistem pemerintahan Daerah
1. Pengertian Pemerintahan Daerah Atau Otonomi Daerah
Perubahan ke 4 (empat) UUD 1945 menyatakan jelas mengenai bentuk dan susunan pemerintahan daerah dalam kerangka Negara Republik Indonesia.
Pasal 18 ayat (1) berbunyi :
“ Negara Kesatuan Repulik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propisi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur Undang-Undang”.
Sedang Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 menyebutkan bahwa:
“pemerintah daerah merupakan daerah otonom yang dapat menjalankan urusan pemerintahan dengan seluas-luasnya serta mendapat hak untuk mengatur kewenangan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat”.
Definisi Pemerintahan Daerah di dalam  UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2, adalah sebagai berikut:
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. 
Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan  diatas,maka yang dimaksud pemerintahan daerah disini adalah penyelenggaraan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dimana unsur penyelenggara pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah.
Pengertian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 pengertian otonomi daerah secara harafiah. Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi  berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri  atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah. Unsur-unsur otonomi daerah adalah:
Pertama : adanya kewenangan atau kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengurus atau mengatur sendiri daerahnya.
Kedua : kebebasan atau kewenangan tersebut, merupakan pemberian dari pemerintah pusat dan karenanya harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau secara nasional.
Ketiga : kebebasan atau kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada  pemerintah daerah bertujuan untuk kemudahan pemanfaatan potensi lokal dalam rangka mensejahterakan masyarakat.[5]

2. Pilkada Langsung Dan Pilkada Tidak Langsung

Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, atau seringkali disebut Pilkada atau Pemilukada, adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Sebelumnya, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jadi pilkada langsung adalah pilkada yang dilakukan secara langsung oleh rakyat.  sedangkan pilkada tidak langsung adalah pilkada yang dilakukan secara tidak langsung melainkan melalui DPRD. Dasar hukum penyelenggaraan pilkada adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini, pilkada (pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah) belum dimasukkan dalam rezim pemilihan umum (pemilu). Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005. 
Didalam UU RI Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu pengertian pemilukada adalah ”Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara   Kesatuan   Republik   Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Namun sejak ditetapkannya UU RI Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu istilah Pemilukada diuraikan langsung sehingga menjadi ”Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah Pemilihan untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.[6]

3. Mekanisme Dan Tata Cara Pemilihan Kepala Daerah

Tahapan Pilkada secara langsung dibagi menjadi 2 (dua) tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
a. Tahap Persiapan, meliputi :
1. Pemberitahuan DPRD kepada Kepala Daerah dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah.
2. Dengan adanya pemberitahuan dimaksud Kepala Daerah berkewajiban untuk menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD.
3. KPUD dengan pemberitahuan dimaksud menetapkan rencana penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang meliputi penetapan tatacara dan jadwal tahapan PILKADA, membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara pemungutan Suara (KPPS) serta pemberitahuan dan pendaftaran pemantau.
4. DPRD membentuk Panitia pengawas Pemilihan yang unsurnya terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, perguruan Tinggi, Pers dan  Tokoh masyarakat.
Dalam tahap persiapan tugas DPRD semenjak memberitahukan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah, DPRD paling lambat 20 hari setelah pemberitahuan tersebut, sudah membentuk Panitia pengawas (panwas) sampai dengan tingkat terendah.
Misal untuk pemilihan Gubernur Panwas Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota dan Panwas Kecamatan. Hal ini agar Panwas dapat mengawasi proses penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) sampai dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT), begitu juga proses pencalonan, kampanye sampai dengan pemungutan dan penghitungan suara.
Kepada KPUD, dalam penetapan jadwal pelaksanaan Pilkada khususnya terhadap hari pemungutan suara, diminta kepada KPUD untuk memperhitungkan waktu penetapan hari pemungutan suara jangan terlalu cepat, karena Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih baru dapat dilantik sesuai dengan tanggal berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah yang lama.
  b. Tahap Pelaksanaan, meliputi:
1. Penetapan Daftar Pemilih            
Untuk menggunakan hak memilih, Warga Negara Republik Indonesia (WNRI) harus terdaftar sebagai pemilih dengan persyaratan tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya dan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Meski telah terdaftar dalam daftar pemilih tetapi pada saat pelaksanaannya ternyata tidak lagi memenuhi syarat, maka yang bersangkutan tidak dapat menggunakan hak pilihnya.
Penetapan daftar pemilih. dalam Pilkada menggunakan daftar pemilih Pemilu terakhir di daerah yang telah dimutakhirkan dan divalidasi ditambah dengan data pemilih tambahan digunakan sebagai bahan penyusunan daftar pemilih sementara.
Daftar pemilih sementara disusun dan ditetapkan oleh PPS dan harus diumumkan oleh PPS ditempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat untuk mendapatkan tanggapan dari masyarakat. Setiap pemilih yang telah terdaftar dan ditetapkan sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) diberi tanda bukti pendaftaran untuk ditukarkan dengan kartu pemilih yang digunakan setiap pemungutan suara.
Dalam penyusunan daftar pemilih sementara diminta kepada KPUD untuk melibatkan RT dan RW untuk mendapat tanggapan masyarakat.
2. Pengumuman Pendaftaran dan Penetapan Pasangan Calon
Peserta pemilihan adalah pasangan calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 % jumlah kursi di DPRD atau 15 % dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh sekurang-kurangnya 15 % jumlah kursi DPRD apabila hasil bagi jumlah kursi menghasilkan angka pecahan maka perolehan 15 % dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas, sebagai contoh jumlah kursi DPRD 45 dikali 15 % sama dengan 6,75 kursi sehingga untuk memenuhi persyaratan 15 % adalah 7 kursi.
Selanjutnya di dalam melakukan penelitian persyaratan pasangan calon diminta kepada KPUD untuk selalu independen dan memberlakukan semua pasangan calon secara adil dan setara serta berkoordinasi dengan instansi teknis seperti Diknas apabila ijazah cajon diragukan. Begitu juga apabila terjadi pencalonan ganda oleh Partai Politik agar dikonsultasikan dengan pengurus tingkat lebih atas Partai Politik yang bersangkutan.
Dalam melakukan penelitian persyaratan pasangan calon agar dilakukan secara terbuka, apa kekurangan persyaratan dari pasangan calon dan memperhatikan waktu agar kekurangan persyaratan tersebut dapat dilengkapi oleh pasangan calon. Bila ada persyaratan yang belum lengkap agar diberitahukan secepatnya untuk menghindari prates dan ketidak puasan Partai Politik atau pasangan calon yang bersangkutan.
Didalam menyelenggarakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPUD provinsi menetapkan KPUD kabupaten/Kota sebagai bagian pelaksana tahapan penyelenggaraan pemilihan, sehingga diperlukan langkah-langkah koordinasi yang optimal.
3. Kampanye
Kampanye dilaksanakan antara lain melalui pertemuan terbatas, tatap muka, penyebaran melalui media cetak/elektronik, pemasangan alat peraga dan debat publik yang dilaksanakan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum pemungutan suara yang disebut masa tenang.
Terkait dengan kampanye melalui media cetak/elektronik, Undang-undang menegaskan agar media cetak/elektronik memberi kesempatan yang sama pada setiap pasangan calon untuk menyampaikan  tema dan materi kampanye. Selain daripada itu pemerintah daerah juga diwajibkan memberi kesempatan yang sama pada setiap pasangan calon untuk menggunakan fasilitas umum.
 Pengaturan lainnya tentang kampanye adalah :
a. Pasangan calon wajib menyampaikan visi misi dan rogram secara lisan maupun kepada masyarakat.
b. Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan  cara sopan, tertib dan bersifat edukatif.
c. Larangan kampanye antara lain menghasut atau mengadu domba partai politik atau kelompok masyarakat dan menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah serta melakukan pawai arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki atau dengan kendaraan di jalan raya.
d. Dalam kampanye pasangan calon atau tim kampanye dilarang melibatkan PNS, TNI/Polri sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan.
5.      Pejabat negara yang menjadi calon kepala daerah dan wakil Kepala daerah dalam melaksanakan kampanye tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya dan harus menjalankan cuti.
4. Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara
Pemungutan suara adalah merupakan puncak dari pesta demokrasi diselenggarakan paling lambat 30 hari sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir, dan dilakukan dengan memberikan suara melalui katok suara yang berisi namor dan foto pasangan calon di TPS yang telah ditentukan.
Dihari ini hati nurani rakyat akan bicara, sekaligus menentukan siapakah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diinginkan untuk memimpin daerahnya dan yang akan menentukan perjalanan daerah selanjutnya.
Pemungutan suara ditingkat TPS dilaksanakan mulai dari jam 07.00 sampai dengan jam 13.00 waktu setempat dan pelaksanaan penghitungan suara di TPS dimulai dari jam 13.00 sampai dengan selesai yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon Panwas, pemantau dan warga masyarakat.
Proses rekapitulasi perhitungan suara dilakukan berjenjang mulai dari TPS, PPS, PPK sampai ke KPU Kabupaten/Kota.
Apabila Pemilihan Gubernur sampai dengan KPU Provinsi. Berita acara, rekapitulasi hasil perhitungan suara disampaikan kepada pelaksana Pilkada bersangkutan, pelaksana Pilkada satu tingkat di atasnya, dan juga untuk para saksi yang hadir.
Jadi, jika proses rekapitulasi dilakukan ditingkat PPS berita acara dan rekapitulasi itu disampaikan kepada PPS, PPK, dan para saksi pasangan calon yang hadir. Berdasarkan berita acara dan rekapitulasi suara yang disampaikan PPK, KPU Kabupaten/Kota kemudian menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara dan pengumuman hasil pemilihan Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. Apabila Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berita acara dan rekapitulasi penghitungan suara dari KPU Kabupaten/Kota disampaikan kepada KPU Provinsi dan kemudian KPU Provinsi menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara dan pengumuman hasil pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Pemungutan suara dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan. Penetapan hari yang diliburkan oleh Menteri Dalam Negeri untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta untuk pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota oleh Gubernur atas usul KPUD masing-masing.
5. Penetapan pasangan Calon
Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50% jumlah suara sah langsung ditetapkan sebagai pasangan terpilih. Apabila perolehan suara itu tidak terpenuhi, pasangan calon yang memperoleh suara terbesar lebih dari25% dari suara sah dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
Dalam hal pasangan calon tidak ada yang memperoleh 25% dari jumlah suara sah maka dilakukan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah putaran kedua. Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/1808/SJ tanggal 21 Juli 2005, pelaksanaan Pilkada putaran kedua rentang waktu pelaksanaannya dilaksanakan selambat-lambatnya 60 hari terhitung mulai tanggal berakhirnya masa waktu pengajuan keberatan hasil penghitungan suara, apabila terdapat pengajuan keberatan terhadap hasil penghitungan suara selambat-lambatnya 60 hari dihitung mulai tanggal adanya keputusan Mahkamah Agung/Pengadilan Tinggi tentang sengketa hasil pemungutan suara.
Keberatan terhadap hasil penghitungan suara merupakan kewenangan MA dan dapat mendelegasikan wewenang pemeriksaan permohonan keberatan hasil penghitungan suara yang diajukan oleh pasangan calon Bupati/Walikota kepada Pengadilan Tinggi di wilayah hukum Pengadilan Tinggi yang bersangkutan.
Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi memutus permohonan keberatan pada tingkat pertama dan terakhir, dan putusannya bersifat final dan mengikat selama 14 (em pat belas) hari. Keberatan terhadap hasil pemilihan hanya dapat diajukan berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon dan diajukan paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil akhir pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
6.  Pengesahan dan Pelantikan
DPRD Provinsi mengusulkan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpiih dari KPUD Provinsi dan dilengkapi berkas pemilihan untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan.
Sedangkan pengusulan pasangan calon Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota selambat-lambatnya dalam waktu 3 hari DPRD Kabupaten/Kota mengusulkan pasangan calon melalui Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpiih dari KPUD Kabupaten/Kota dan dilengkapi berkas pemilihan untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan.
Kepala Daerah danWakii Kepala Daerah sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik Gubernur bagi Bupati/Wakii Bupati dan Walikota/Wakil Walikota, Menteri Dalam Negeri bagi Gubernur dan Wakil Gubernur.
Pelantikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan di gedung DPRD dalam rapat paripurna DPRD yang bersifat istimewa atau ditempat lain yang dipandang layak untuk itu.

C. Sistem politik dan Pemerintahan dalam Islam
1. Pengertian Sistem Politik Dan Pemerintahan Dalam Islam
Bentuk pemerintahan Islam adalah pemerintahan yang merujuk kepada syariat. Konstitusinya tercermin dalam prinsip-prinsip Islam dan hukum-hukum syariat yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan dijelaskan Sunnah Nabawy, baik mengenai aqidah, ibadah, akhlak, mu’amalah maupun berbagai macam hubungan. Oleh karena itu hukum yang berlaku harus selalu bersumber dan merujuk kepada hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Kemudian pemerintahan yang dipimpin oleh seorang ulil amri yang dipilih oleh rakyat, untuk menjalankan tugas-tugas kepemerintahan guna terciptanya kondisi masyarakat yang sehat (moral dan fisik) serta sejahtera.
Konsep pemerintahan Islam adalah sebagaimana dijelaskan dalam nash Al-Qur’an, yakni pada surat An-Nisaa’ ayat 58-59. Bahwa pemerintahan Islam berdasarkan kepada tiga aturan penting yakni taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Taat kepada yang memegang kekuasaan di antara umat dan mengambalikan kepada Allah dan Rasul-Nya, jika terjadi perselisihan dengan pihak yang berkuasa.
Definisi Politik Menurut Islam Istilah ‘politik’ berasal dari Barat yang membawa maksud ilmu pemerintahan negara. Dalam Islam, istilah ‘politik’ dikenali sebagai ‘siyasah’ berasal daripada perkataan Arab yaitu sasa-yasusu-siyasatan‘ Secara literalnya jika ia digunakan pada binatang membawa arti sebagai menjaga atau menternak. Jika ia digunakan pada manusia ia memberi arti menjaga dan mentadbir urusan mereka. Penggunaan pertama perkatan siyasah yang bermakna ilmu pemerintahan atau hal-ehwal pemerintahan spt yang terdapat dalam hadits. Kurdi Ali menjelaskan bahwa keperluan bangsa-bangsa akan politik, sama dengan keperluan manusia kepada air dan udara
Umat Islam adalah umat pertama yang menata pemerintahan dengan cara-cara administrasi tertulis yang sangat jelas. Bahkan, Piagam Madinah adalah merupakan Konstitusi tertulis pertama di dunia. Dr. Muhammad Hamidullah,  dalam bukunya The Prophet’s Establishing a State and His Succession (Islamabad: Pakistan Hijra Council, 1988), menempatkan satu bab berjudul “The First Written-Constitution in the World” untuk menyebut Piagam Madinah. Jadi, sebelum Rasulullah saw, meskipun banyak pemikir yang membicarakan tentang masalah politik dan kenegaraan, tetapi belum ada satu pun negara yang memiliki Konstitusi tertulis seperti negara Madinah.[7]

2. Nilai-nilai Dasar Sistem Politik Dalam Islam
·         mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Q.S Al-Mukminun:52)
·         Keharusan Kemestian musyawarah dalam menyelesaikan maslah-masalah ijtihadiyah (Q.S. Ash Shuraa:38, Ali-Imran:159)
·         Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil (Q.S. An-Nisa':58)
·         Keharusan menaati Allah, Rasul, dan Ulil Amri (Q.S. An-Nisa’:59)
·         Keharusan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat (Q.S. Al-Hujurat:9)
·         Keharusan mempertahankan kedaulatan negara dan larangan melakukan agresi dan invansi (Q.S. Al-Baqarah:190)
·         Mementingkan perdamaian daripada permusushan  (Q.S. Al-Anfal:61)
·         Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan  (Q.S. Al-Anfal:60)
·         Keharusan menepati janji  (Q.S. An-Nahl:91)
·         Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa (Q.S Al-Hujurat:13)
·         Mengupayakan peredaran harta dalam seluruh lapisan masyarakat  (Q.S. Al-Hasr:7)
Dalam wacana kontemporer, paradigma sitem politik Islam setidaknya berpusat pada 3 pokok pikiran, yakni :
1. Kelompok pertama berpendapat bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap yang bukan hanya mengatur urusan ibadah manusia dengan Tuhan, melaikan juga mengajarkan pada urusan keduniawian. Dalam hal ini, sistem politik dan ketatanegaraan dalam Islam adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam ajaran Islam yang wajib untuk diteladani sebagaimana Rasulullah mencontohkan di Madinah. Beberapa tokoh yang mendukung gagasan ini seperti, Abu A’la al Maududi.
2. Kelompok kedua, sebagai anti tesa terhadap gagasan kelompok pertama berpendapat bahwa Agama Islam dengan urusan politik dan ketatanegaraan adalah tidak ada hubungannya sama sekali. Oleh karena itu, permasalahan politik dan ketatanegaraan adalah murni hasil pemikiran manusia bukan dari ajaran agama Islam.
3. Kelompok ketiga, sebagai golongan yang mencoba mengakomodir pertentangan antara kelompok pertama dengan kelompok kedua, berpandangan bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap yang didalamnya terdapat sistem kehidupan termasuk politik dan ketatanegaraan, namun hanya dalam bentuk seperangkat etika dalam membangun kehidupan politik dan bernegara.[8]
3. Negara Khilafah Islamiyah Dalam Sistem Pemerintahan Islam
Karena Khilafah atau negara Islam ini merupakan institusi politik, yang tidak akan dapat diasingkan daripada aktivitas politik. Sedangkan aktivitas politik Islam didasarkan kepada empat asas. Empat asas aktivitas politik dalam Islam, yakni yang terdiri dari ;
Asas Pertama; kedaulatan ditangan syara’ (As-Siyadah li As-Syar’i), kata “kedaulatan”sebenarnya bukan berasal daripada konsep Islam. Kata tersebut diterjemahkan kedalam bahasa Arab dengan perkataan as-siyadah. Dalam bahasa Inggrisnya disebut sovereignty. Makna yang dikehendaki oleh lafadz tersebut sebenarnya adalah “sesuatu yang mengendalikan dan melaksanakan aspirasi”. (Hafidz Abdurrahman, 1998). Apabila seseorang mengendalikan dan melaksanakan aspirasinya sendiri, maka dia menjadi hamba (abdun) sekaligus sebagai tuan (sayyid).Apabila orang lain yang mengendalikan, maka dia menjadi hamba orang lain. Demikian pula, apabila umat mengendalikan aspirasinya sendiri, maka umat itu menjadi hamba sekaligus tuan bagi dirinya sendiri. Dengan kata lain, manusia diperhambakan oleh manusia yang lain. Dengan begitu hukumnya adalah haram, sebab, yang boleh memperhambakan manusia hanyalah Allah SWT. Islam mengajarkan kedaulatan berada ditangan syara’, bukan berada ditangan manusia,umat atau yang lainnya.
Asas Kedua dari aktivitas politik di dalam Islam adalah Kekuasaan ditangan ummat (assulthan li al-ummat). Kekuasaan ditangan ummat ini tercermin daripada pengambilan kekuasaan yang diambil dalam Al-Hadist maupun Ijma’ sahabat, yang semuanya dilakukan melalui bai’at, sedangkan bai’at adalah akad yang diberikan oleh ummat kepada Khalifah.
Asas ketiga mengenai aktivitas politik di dalam Islam adalah pengangkatan satu khalifah untuk seluruh kaum muslimin hukumnya wajib (wujud nashbi al-khalifah al-wahid li al-muslimin).
Asas Keempat dari aktivitas politik di dalam Islam adalah Khalifah-lah satu-satunya yang mempunyai hak untuk mengambil dan menetapkan hukum syara’ untuk menjadi undang-undang (li al-khalifah wahdah haq at-tabbani).
 Struktur Negara Khilafah Islamiyah dalam Sistem Pemerintahan Islam
Sementara itu struktur dalam Khilafah Islam adalah setiap aktivitas pemerintahan yang mempunyai dalil syara’. Adapun setiap pemerintahan yang aktivitas serta prosedurnya tidak didukung oleh dalil syara’secara langsung, maka ia tidak dapat dianggap sebagai struktur. Dengan meneliti dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an, Al-Hadist ataupun Ijma’ Sahabat dan Qiyas, maka struktur pemerintahan yang terdapat dalam pemerintahan Islam hanya ada delapan bagian, yaitu ;
1. Khalifah
Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam urusan pemerintahan dan kekuasaanserta menerapkan hukum-hukum syara’.(Abdul Qaddim Zallum, 2002). Karena Islam telah menjadikan pemerintahan dan kekuasaan itu milik ummat. Dalam hal ini umat mewakilkan kepada seseorang untuk melaksanakan urusan tersebut sebagai wakilnya.
2. Mu’awin Tafwidh (Wakil khalifah bidang pemerintahan)
Mu’awin Tafwidh adalah seorang pembantu yang diangkat oleh Khalifah agar dia bersama-sama dengan Khalifah memikul tanggungjawab pemerintahan dan kekuasaan. Makadengan demikian, seorang Khalifah akan menyerahkan urusan-urusan negara dengan pendapatnya serta memutuskan urusan-urusan tersebut dengan menggunakan Ijtihadnya, berdasarkan hukum-hukum syara’. Mengangkat mu’awin merupakan masalah yang dimubahkan, sehingga seorang Khalifah diperbolehkan untuk mengangkat mu’awinnya untuk membantunya dalam seluruh tanggungjawab dan tugas yang menyangkut dengan masalah pemerintahan. Al-Hakim dan at-Tirmidzi telah mengeluarkan sebuah hadist dari Abi Sa’id al-Khudri yang mengatakan, bahwa Rasulullah saw telah bersabda yang isinya; “ Dua pembantuku dari (penduduk) langit adalah Jibril dan Mikail, sedangkan dari (penduduk) bumi ini adalah Abu Bakar dan Umar”.
Tugas dari Mu’awin Tafwidh adalah menyampaikan kepada Khalifah apa yang menjadi rencananya dalam mengatur urusan-urusan pemerintahan, lalu dia melaporkan tindakan-tindakan yang telah dia lakukan dalam mengurusi urusan tersebut kepada Khalifah, kemudian dia melaksanakan wewenang dan mandat yang ia miliki. Maka tugas Mu’awin Tafwidh tersebut adalah menyampaikan laporan kegiatannya serta melaksanakannya selama tidak ada teguran atau pembatalan dari Khalifah. Seorang Khalifah wajib mengontrol tugas-tugas serta kebijakan-kebijakan untuk mengatur berbagai hal, yang telah dilakukan oleh Mu’awin Tafwidhnya, sehingga tidak dibiarkan begitu saja. Dan kalau ada yang benar, Khalifah harus menerimanya. Dan kalau ada yang salah, dia pun bisa mengetahuinya.
3. Mu’awin Tanfiz (setia usaha negara)
Mu’awin Tanfiz adalah pembantu yang diangkat oleh seorang Khalifah untuk membantunya dalam masalah operasional dan senantiasa menyertai Khalifah dalam melaksanakan tugas-tugasnya (Abdul Qaddim Zallum, 2002 : 167). Dia adalah seorang protokoler yang menjadi penghubung antara Khalifah dengan rakyat, dan antara Khalifah dengan negaranegara lain. Ia bertugas menyampaikan kebijakan-kebijakan dari Khalifah kepada mereka, serta menyampaikan informasi-informasi yang berasal dari mereka kepada Khalifah. Mu’awin Tanfiz merupakan pembantu Khalifah dalam melaksanakan berbagai hal, namun dia bukan yang mengatur dan menjalankannya. Dia juga bukan yang diserahi untuk mengurusi berbagai persoalan tersebut. Sehingga, tugasnya adalah semata-mata tugas tugas administratif, bukan tugas pemerintahan.
4. Amir Jihad (panglima perang)
Amir Jihad adalah orang yang diangkat oleh Khalifah untuk menjadi seorang pimpinan yang berhubungan dengan urusan luar negeri, militer, keamanan dalam negeri dan perindustrian. Dia bertugas untuk memimpin dan mengaturnya (Abdul Qaddim Zallum,2002 : 171). Hanya saja dia disebut dengan sebutan Amir Jihad adalah karena keempat hal tersebut merupakan bidang yang berhubungan secara langsung dengan jihad.
5. Wullat (pimpinan daerah tingkat I dan II)
Wullat atau biasa disebut dengan sebutan wali adalah orang yang diangkat oleh Khalifah untuk menjadi pejabat pemerintahan di suatu daerah tertentu serta menjadi menjadi pimpinan di daerah tersebut (Abdul Qaddim Zallum, 2002 :209). Adapun negeri yang dipimpin oleh Khilafah Islamiyah bisa diklasifikasikan menjadi beberapa bagian. Masing-masing bagian itu disebut wilayah (setingkat propinsi). Setiap wilayah dibagi lagi menjadi beberapa bagian, di mana masing-masing bagian itu disebut ‘imalah (setingkat kabupaten). Orang yang memimpin wilayah disebut wali, sedangkan orang yang memimpin ‘imalah disebut ‘amil atau hakim.
6. Qadhi atau Qadha (Hakim atau lembaga peradilan)
Qadhi atau Qadha adalah lembaga yang bertugas untuk menyampaikan keputusan hukum yang sifatnya mengikat (Abdul Qaddim Zallum, 2002 : 225). Lembaga ini bertugas menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota masyarakat atau mencegah hal-hal yang dapat merugikan hak masyarakat atau mengatasi perselisihan yang terjadi antara warga masyarakat dengan aparat pemerintahan, baik Khalifah, pejabat pemerintahan atau pegawai negeri yang lain. Qadhi sendiri dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ; pertama, qadhi yaitu qadhi yang mengurusi penyelesaian perkara sengketa ditengah masyarakat dalam hal mu’amalah atau uqubat (sanksi hukum). Kedua, qadhi hisbah/muhtasib yaitu qadhi yang mengurusi penyelesaian perkara penyimpangan yang bisa membahayakan hak jama’ah. Ketiga, qadhi madzalim adalah qadhi yang mengurusi penyelesaian perkara perselisihan yang terjadi antara rakyat dengan negara.
7. Jihad Idari (jabatan administrasi umum)
Penanganan urusan negara serta kepentingan rakyat diatur oleh suatu departemen, jawatan atau unit-unit yang didirikan untuk menjalankan urusan negara serta memenuhi kepentingan rakyat tersebut. Pada masing-masing departemen tersebut akan diangkat kepala jawatan yang mengurusi jawatannya, termasuk yang bertanggungjawab secara langsung terhadap jawatan tersebut. Seluruh pimpinan itu bertanggungjawab kepada orang yang memimpin departemen, jawatan dan unit-unit mereka yang lebih tinggi, dari segi kegiatan mereka serta tanggungjawab kepada wali, dari segi keterikatan pada hukum dan sistem secara umum.
8. Majllis Ummat
Majllis Ummat adalah majlis yang terdiri dari orang-orang yang mewakili aspirasi kaum muslimin, agar menjadi pertimbangan Khalifah dan tempat Khalifah meminta masukan dalam urusan-urusan kaum muslimin. Mereka mewakili ummat dalam muhasabah (kontrol dan koreksi) terhadap pejabat pemerintahan (hukkam) (Abdul Qaddim Zallum,2002 : 69). Anggota Majllis Ummat dipilih melalui pemilihan umum, bukan dengan penunjukkan atau pengangkatan, karena status mereka adalah mewakili semua rakyat dalam menyampaikan pendapat mereka, sedangkan seorang wakil itu hakekatnya hanya akan dipilih oleh orang yang mewakilkan.[9]








       
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem politik pada dasarrnya bertujuan untuk mengatur masyarakat yang membentuk suatu negara. Baik dalam pemerintahan pusat maupun daerah. Pemerintah pusat mengatur pemerintahan secara nasional dan mengawasi pemerintahan daerah, sedangkan pemerintahan daerah mempunyai wewenang untuk mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat di daerah itu sendiri. Dalam sistem pemerintahan Islam  terdapat sistem khilafah islamiyah yaitu sistem pemerintahan yang berdasarkan dalil Syara’. Di negara Indonesia ini menerapkan Sistem demokrasi, Sistem ini sebenarnya berasal dari dunia barat. Di Indonesia memakai sistem ini karena kaidah-kaidah sistem demokrasi yang diambil dianggap tidak bertentangan dengan syariat agama.
B. Saran
Selama sistem pemerintahan tidak bertentangan dengan syariat agama dan demi menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa maka penulis memberi saran kepada masyarakat untuk menaati ulil amri atau pemerintah. Masyarakat jangan mudah menciptakan gerakan separatisme untuk mendirikan negara islam, karena pancasila sudah mencerminkan ajaran agama islam.












DAFTAR PUSTAKA


Iriawan,budi maksudi. 2012. sistem politik indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Perkasa
http://otonomidaerah.com/pengertian-otonomi-daerah/ diakses tanggal 15 oktober 2014
http://www.kpu-tangerangkota.go.id/p/pemilihan-umum-kepala-daerah-dan-wakil.html diakses tanggal 15 oktober 2014
http://www.islampos.com/al-ahkam-al-sulthaniyah-dan-pemikiran-kenegaraan-dalam-islam-104854/ diakses tanggal 15 oktober 2014
http://sugitomuzaqi.dosen.narotama.ac.id/files/2013/12/SISTEM-POLITIK-ISLAM-Bab-13.ppt    diakses tanggal 16  oktober 2014
JURNAL-ILMU-PEMERINTAHAN-BARU-KOREKSI-last_86_104.pdf diakses tanggal 15 oktober 2014






1  Beddy Iriawan maksudi, sistem politik indonesia, RajaGrafindo Perkasa, 2012, hal.8
[2]  Ibid, halaman 10
[3]  Ibid, halaman 17
[4] Beddy Iriawan maksudi, sistem politik indonesia, RajaGrafindo Perkasa, 2012, hal.8
[9] JURNAL-ILMU-PEMERINTAHAN-BARU-KOREKSI-last_86_104.pdf diakses tanggal 15 oktober 2014