Tugas makalah
sistem politik dan
sistem pemerintahan
Dosen:
Dr. Syamsul Hidayat, M.Ag
Kelompok
5:
1.
Sebastian Wisnu Aji (G000140137)
2.
Ade Riusma Ariyana (G000140132)
3.
M. Fidaul khaq (G000140068)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
KATA
PENGANTAR
Segala
puji atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta nikmatNya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada permata alam, junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta
sahabatnya hingga hari kiamat nanti.
Makalah
berjudul ”Sistem Politik Dan Sistem
Pemerintahan” ini dibuat berdasarkan referensi yang valid untuk melengkapi
tugas mata kuliah pendidikan kewarganegaraan. Apabila ada kesalahan dalam
penulisan, penulis menyampaikan permintaan maafnya.
Dengan
adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada kita tentang
sistem politik, sistem pemerintahan daerah, serta sistem politik dan
pemerintahan dalam islam. Penulis akan sangat berterima kasih atas saran dan
kritik yang membangun. Jazakumullah
khairan katsiran.
Surakarta, 12 Oktober 2014
KELOMPOK 5
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................
ii
DAFTAR ISI ..........................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................
A.
Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah ........................................................................
1
C.
Tujuan Masalah ........................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. SISTEM POLITIK ........................................................................
3
1. Pengertian Sistem Politik ........................................................................
3
2.
Mekanisme sistem Politik ........................................................................
4
3.
Ciri-Ciri Sistem Politik ........................................................................
4
4.
Arah dan Sasaran Sistem politik................................................................
6
B. SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH...................................................
6
1.
Pengertian Pemerintahan Daerah Dan Otonomi Daerah............................ 6
2.
PILKADA Langsung dan Tidak Langsung..............................................
8
3.
Mekanisme Dan Tata Cara Pemilihan Kepala Daerah................................
8
C.
SISTEM POLITIK DAN SISTEM PEMERINTAHAN
DALAM ISLAM.. 14
1.
Pengertian Sistem Politik Atau Pemerintahan Dalam Islam...................... 14
2.
Nilai-nilai Dasar Sistem Politik Dalam Islam.............................................
15
3.
Negara Khilafah Islamiyah Dalam Sistem Pemerintahan Islam................. 16
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ........................................................................
20
B.
Saran ........................................................................
20
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................
21
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Politik
merupakan bagian tak terpisah dari suatu bangsa, karena untuk menjalankan roda
pemerintahan diperlukan suatu sistem politik. Dalam sistem politik terdiri dari
lembaga-lembaga negara yang bertugas menentukan suatu kebijakan. Untuk
menentukan suatu kebijakan maka diperlukan keseimbangan antara suprastruktur
dan infrastruktur politik, karena setiap kebijakan yang dihasilkan akan
berdampak pada kesejahteraan masyarakat di negara itu.
Di
negara Indonesia ini terdiri dari berbagai wilayah provinsi dan kabupaten, maka
pemerintah pusat memberikan wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola
dan mengatur pemerintahan dan kepentingan masyarakat menurut peraturan perUndang-Undang.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Dengan
adanya otonomi daerah, maka setiap daerah memiliki wewenang untuk mengurus
sumber daya alam dan sumber daya manusia di daerah tersebut. Salah satu
kewajiban daerah otonom adalah memilih kepala daerah. Dengan wewenang dan kewajiban Pemerintah
Daerah bukan berarti Pemerintah Pusat terlepas dari tanggung jawab, Pemerintah Pusat
tetap bertanggung jawab mengawasi pemerintahan di daerah.
Sistem
politik dan pemerintah sebenarnya sudah ada sejak dulu. Dalam agama Islam,
Sistem politik dan Pemerintahan dimulai ketika Nabi Muhammad SAW menjadi
pemimpin umat islam. Sistem kenegaraan sudah diterapkan pada waktu itu. Setelah
Nabi wafat, Pemerintahan dilanjutkan oleh Khulafa’ urrasyidin. Kemudian
berlanjut sampai berakhirnya khalifah utsmani di Turki.
Pada
jaman modern ini, Sistem Pemerintahan sudah terpengaruh dengan budaya politik
bangsa barat. Mayoritas bangsa di dunia menggunakan sistem politik barat,
termasuk Indonesia yang memakai sistem Demokrasi.
B.
Rumusan masalah
Rumusan
masalah pada makalah ini adalah:
Bagaimana pengertian
sistem politik itu?
Bagaimana mekanisme,
ciri-ciri, arah dan sasaran sistem
politik itu?
Bagaimana pengertian
sistem pemerintahan daerah itu?
Bagaimana pengertian
otonomi daerah itu?
Bagaimana analisis
tentang pilkada langsung dan pilkada tidak langsung?
Bagaimana sistem
politik dalam islam itu?
C.
Tujuan Masalah
Tujuan
makalah ini adalah:
Untuk mengetahui
pengertian sistem politik.
Untuk mengetahui
mekanisme, ciri-ciri, arah dan sasaran sistem politik.
Untuk mengetahui
pengertian sistem pemerintahan daerah itu.
Untuk mengetahui pengertian
otonomi daerah itu.
Untuk mengetahui
bagaimana proses pilkada langsung dan tidak langsung.
Untuk mengetahui sistem
politik menurut perspektif islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sistem Politik
1.
Pengertian Sistem Politik
Sistem adalah sekumpulan objek (unsur-unsur atau
bagian-bagian) yang berbeda-beda yang saling berhubungan, saling bekerja sama,
dan saling mempengaruhi satu sama lain serta terikat pada rencana yang sama
untuk mencapai tujuan tertentu dalam lingkungan yang kompleks.[1]
Dalam
catatan sejarah, orang yang pertama mengenalkan politik adalah Aristoteles
(384-322 SM) seorang filsuf Yunani kuno. Menurut Aristoteles politik berasal
dari kata “polis” yaitu dari kata polistaia. Polis artinya kesatuan masyarakat
yang berdiri sendiri (negara). Dan taia berarti urusan. Jadi, polis adalah
suatu organisasi kekuasaan yang diberi wewenang untuk mengurus kesatuan
masyarakat dengan menciptakan tata tertib dalam kehidupan bersama didalam
wilayah negara.
Dari
kata polis tersebut dapat diketahui bahwa politik merupakan istilah
(terminologis) yang dipergunakan untuk konsep pengaturan masyarakat, yaitu
berkaitan dengan masalah bagaimana pemerintahan dijalankan agar terwujud sebuah
masyarakat politik atau negara yang paling baik.[2]
Apabila
pengertian sistem ini digabungkan dengan pengertian politik maka diperoleh
pengertian sistem politik yaitu suatu keseluruhan komponen-komponen atau
lembaga-lembaga yang berfungsi di bidang politik yang kegiatanya menyangkut
penentuan kebijakan umum (public policies) dan bagaimana kebijakan itu
dilaksanakan, yaitu hal-hal yang menyangkut kehidupan negara atau pemerintahan.[3]
Beberapa
pengertian sistem politik menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Menurut Drs. Sukarno,
sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu
kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta
melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau
kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan
Negara.
Menurut Rusadi
Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan
dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu
proses yang langggeng.
Menurut Almond, Sistem
Politik adalah interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang merdeka yang
menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi.
Menurut Rober A. Dahl,
Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan- hubungan antara manusia
yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan,
ataupun wewenang.
2.
Mekanisme sistem politik
Menurut
David Easton sistem politik terdiri dari sejumlah lembaga-lembaga dan
aktivitas-aktivitas politik masyarakat yang berfungsi mengubah
tuntutan-tuntutan (demands), dukungan-dukungan (supports), dan sumber-sumber
(resources) menjadi keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan yang bersifat
otoritatif (sah dan mengikat) bagi seluruh masyarakat. Dengan formulasi lain
sistem politik terdiri dari:
1.
Subsistem masukan (inputs), terdiri dari tuntutan-tuntutan, dukungan-dukungan
dan sumber-sumber.
2.
Subsistem proses (withinputs), proses mengubah masukan menjadi keluaran atau
juga disebut proses konversi atau kotak hitam.
3.
Subsistem keluaran (outputs), hasil
atau produk dari proses konversi yang
berupa keputusan atau kebijakan.
4.
Subsistem lingkungan (environment), yaitu faktor-faktor dari luar yang
mempengaruhi sistem politik seperti sosial, ekonomi, politik, kebudayaan,
keamanan, geografis.
5.
Subsistem umpan balik (feedback) yaitu dampak dari pelaksanaan keputusan atau
kebijakan baik yang positif maupun negatif, dimanfaatkan oleh sistem politik.[4]
3.
Ciri-ciri sistem politik
Ciri-ciri sistem politik menurut Gabriel A. Almond
adalah:
1.
Semua sistem politik pasti mempunyai struktur politik.
Dalam
pengertian bahwa di dalam masyarakat yang paling sederhanapun, sistem politik
dari masyarakat tersebut mempunyai tipe struktur politik yang terdapat di dalam
masyarakat yang paling kompleks. Tipe-tipe tersebut dapat diperbandingkan satu
sama lain sesuai dengan tingkatan dan bentuk strukturnya.
2.
Semua sistem politik menjalankan fungsi politik yang sama, walaupun
tingkatannya berbeda-beda karena adanya perbedaan struktur. Demikian pula dapat
diperbandingkan bagaimanakah fungsi-fungsi dari sistem-sistem politik itu
dijalankan dan bagaimana pula cara/gaya melaksanakannya.
3.
Semua struktur politik mempunyai sifat multi fungsional (menjalankan banyak
fungsi). Sistem politik dapat dibandingkan menurut tingkat kekhususan fungsi di
dalam struktur itu.
4.
Semua sistem politik adalah sistem campuran.
Secara
rasional tidak ada struktur dan kebudayaan yang semuanya modern atau semuanya
primitif dalam pengertian tradisional. Perbedaan yang ada hanya bersifat
relatif saja, dan keduanya bercampur satu dengan yang lainnya.
Beberapa
sistem politik di berbagai negara di dunia:
1.
Sistem Politik Otokrasi tradisional
Ciri-ciri :
a. Tidak persamaan & kebebasan
politik
b. Ada stratifikasi ekonomi, nilai &
moral
c. Pemimpin dijadikan sebagai lambang
kebersamaan
d. Adanya permodalan (SARA)
e. Dipilih berdasarkan tradisi
f. Yang menjadi penguasa dibedakan
antara kaya & miskin
2. Sistem Politik Otoriter
Sistem
yg didasarkan pada patron & khen (unsur kekerabatan) menyebabkan militer
menjadi pengayom untuk hampir semua kegiatan politik.
3. Sistem Politik Totaliter
Ciri-ciri
:
a.
Tidak ada persamaan & kebebasan politik
b.
Sama rasa & sama rasa dalam kegiatan ekonomi
c.
Bersifat sakram ideologi dianggap sebagai agama politik
d.
Kewenangannya bersifat totaliter, doktriner / paksaan
e.
Partai sebagai pengendali politik & ekonomi rakyat
4. Sistem Politik Diktator
Dalam
menjalankan kekuasaannya seorang pemimpin berkuasa tanpa batas. Dengan ruang
lingkup yg di monopoli.
5. Sistem Politik Demokrasi
Ciri-ciri :
a. Adanya persamaan & kebebasan
politik
b. Tidak ada stratifikasi ekonomi
c. Bersatu dalam perbedaan
d. Kekuasaan relatif merata
e. Hukum & UU (Undang-undang) yg
memberi kewenangannya
f. Fleksibel mengambil bagian secara
aktif dalam politik & ekonomi.
4.
Arah dan sasaran sistem politik
politik
adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara
(termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Dalam Penyusunan
keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan
terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik
sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara.
Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga
Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR,
DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang
berkaitan dengan kepentingan umum.
Badan
yang ada di masyarakat seperti Partai politik, Ormas, media massa, Kelompok
kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media
Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik
lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah
masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input
dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakat
diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak
rakyat.
B.
Sistem pemerintahan Daerah
1. Pengertian Pemerintahan Daerah Atau
Otonomi Daerah
Perubahan ke 4 (empat) UUD 1945 menyatakan jelas
mengenai bentuk dan susunan pemerintahan daerah dalam kerangka Negara Republik
Indonesia.
Pasal 18 ayat (1) berbunyi :
“ Negara Kesatuan Repulik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap propisi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah
yang diatur Undang-Undang”.
Sedang Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 menyebutkan bahwa:
“pemerintah daerah merupakan daerah otonom yang dapat
menjalankan urusan pemerintahan dengan seluas-luasnya serta mendapat hak untuk
mengatur kewenangan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat”.
Definisi Pemerintahan Daerah di dalam UU No. 32
Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2, adalah sebagai berikut:
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang
telah dikemukakan diatas,maka yang dimaksud pemerintahan daerah
disini adalah penyelenggaraan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas desentralisasi dimana unsur penyelenggara pemerintah daerah adalah
Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah.
Pengertian
otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
pengertian otonomi
daerah secara harafiah. Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah.
Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal
dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau
undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur
sendiri atau kewenangan untuk membuat
aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah. Unsur-unsur otonomi daerah
adalah:
Pertama : adanya kewenangan atau
kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengurus atau mengatur
sendiri daerahnya.
Kedua : kebebasan atau kewenangan
tersebut, merupakan pemberian dari pemerintah pusat dan karenanya harus tunduk
pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau secara nasional.
Ketiga : kebebasan atau kewenangan yang
diberikan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah bertujuan untuk kemudahan pemanfaatan potensi lokal
dalam rangka mensejahterakan masyarakat.[5]
2. Pilkada Langsung Dan
Pilkada Tidak Langsung
Pemilihan umum kepala
daerah dan wakil kepala daerah, atau seringkali disebut Pilkada atau
Pemilukada, adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi
syarat. Sebelumnya, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jadi pilkada langsung
adalah pilkada yang dilakukan secara langsung oleh rakyat. sedangkan pilkada tidak langsung adalah
pilkada yang dilakukan secara tidak langsung melainkan melalui DPRD. Dasar
hukum penyelenggaraan pilkada adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini, pilkada (pemilihan kepala daerah
dan wakil kepala daerah) belum dimasukkan dalam rezim pemilihan umum (pemilu).
Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Didalam UU RI Nomor 22
Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu pengertian pemilukada adalah ”Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih kepala daerah
dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Namun
sejak ditetapkannya UU RI Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu
istilah Pemilukada diuraikan langsung sehingga menjadi ”Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota adalah Pemilihan untuk memilih gubernur, bupati, dan
walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.[6]
3. Mekanisme Dan Tata
Cara Pemilihan Kepala Daerah
Tahapan
Pilkada secara langsung dibagi menjadi 2 (dua) tahap yaitu tahap persiapan dan
tahap pelaksanaan.
a. Tahap Persiapan, meliputi :
1. Pemberitahuan DPRD
kepada Kepala Daerah dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) mengenai
berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah.
2. Dengan adanya
pemberitahuan dimaksud Kepala Daerah berkewajiban untuk menyampaikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD.
3. KPUD dengan
pemberitahuan dimaksud menetapkan rencana penyelenggaraan Pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang meliputi penetapan tatacara dan jadwal
tahapan PILKADA, membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia
Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara pemungutan Suara (KPPS)
serta pemberitahuan dan pendaftaran pemantau.
4. DPRD membentuk Panitia
pengawas Pemilihan yang unsurnya terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, perguruan
Tinggi, Pers dan Tokoh masyarakat.
Dalam
tahap persiapan tugas DPRD semenjak memberitahukan berakhirnya masa jabatan
Kepala Daerah, DPRD paling lambat 20 hari setelah pemberitahuan tersebut, sudah
membentuk Panitia pengawas (panwas) sampai dengan tingkat terendah.
Misal
untuk pemilihan Gubernur Panwas Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota dan Panwas
Kecamatan. Hal ini agar Panwas dapat mengawasi proses penetapan Daftar Pemilih
Sementara (DPS) sampai dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT), begitu juga proses
pencalonan, kampanye sampai dengan pemungutan dan penghitungan suara.
Kepada
KPUD, dalam penetapan jadwal pelaksanaan Pilkada khususnya terhadap hari
pemungutan suara, diminta kepada KPUD untuk memperhitungkan waktu penetapan
hari pemungutan suara jangan terlalu cepat, karena Kepala daerah dan Wakil
Kepala Daerah terpilih baru dapat dilantik sesuai dengan tanggal berakhirnya
masa jabatan Kepala Daerah yang lama.
b.
Tahap Pelaksanaan, meliputi:
1.
Penetapan Daftar Pemilih
Untuk
menggunakan hak memilih, Warga Negara Republik Indonesia (WNRI) harus terdaftar
sebagai pemilih dengan persyaratan tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya dan
tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Meski telah terdaftar dalam daftar pemilih
tetapi pada saat pelaksanaannya ternyata tidak lagi memenuhi syarat, maka yang
bersangkutan tidak dapat menggunakan hak pilihnya.
Penetapan
daftar pemilih. dalam Pilkada menggunakan daftar pemilih Pemilu terakhir di
daerah yang telah dimutakhirkan dan divalidasi ditambah dengan data pemilih
tambahan digunakan sebagai bahan penyusunan daftar pemilih sementara.
Daftar
pemilih sementara disusun dan ditetapkan oleh PPS dan harus diumumkan oleh PPS
ditempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat untuk mendapatkan tanggapan dari
masyarakat. Setiap pemilih yang telah terdaftar dan ditetapkan sebagai pemilih
dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) diberi tanda bukti pendaftaran untuk
ditukarkan dengan kartu pemilih yang digunakan setiap pemungutan suara.
Dalam
penyusunan daftar pemilih sementara diminta kepada KPUD untuk melibatkan RT dan
RW untuk mendapat tanggapan masyarakat.
2. Pengumuman
Pendaftaran dan Penetapan Pasangan Calon
Peserta
pemilihan adalah pasangan calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik yang memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya
15 % jumlah kursi di DPRD atau 15 % dari akumulasi perolehan suara sah dalam
pemilihan anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Dalam
hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan
calon menggunakan ketentuan memperoleh sekurang-kurangnya 15 % jumlah kursi
DPRD apabila hasil bagi jumlah kursi menghasilkan angka pecahan maka perolehan
15 % dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas, sebagai contoh
jumlah kursi DPRD 45 dikali 15 % sama dengan 6,75 kursi sehingga untuk memenuhi
persyaratan 15 % adalah 7 kursi.
Selanjutnya
di dalam melakukan penelitian persyaratan pasangan calon diminta kepada KPUD
untuk selalu independen dan memberlakukan semua pasangan calon secara adil dan
setara serta berkoordinasi dengan instansi teknis seperti Diknas apabila ijazah
cajon diragukan. Begitu juga apabila terjadi pencalonan ganda oleh Partai
Politik agar dikonsultasikan dengan pengurus tingkat lebih atas Partai Politik
yang bersangkutan.
Dalam
melakukan penelitian persyaratan pasangan calon agar dilakukan secara terbuka,
apa kekurangan persyaratan dari pasangan calon dan memperhatikan waktu agar
kekurangan persyaratan tersebut dapat dilengkapi oleh pasangan calon. Bila ada
persyaratan yang belum lengkap agar diberitahukan secepatnya untuk menghindari
prates dan ketidak puasan Partai Politik atau pasangan calon yang bersangkutan.
Didalam
menyelenggarakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPUD provinsi
menetapkan KPUD kabupaten/Kota sebagai bagian pelaksana tahapan penyelenggaraan
pemilihan, sehingga diperlukan langkah-langkah koordinasi yang optimal.
3. Kampanye
Kampanye
dilaksanakan antara lain melalui pertemuan terbatas, tatap muka, penyebaran
melalui media cetak/elektronik, pemasangan alat peraga dan debat publik yang
dilaksanakan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum
pemungutan suara yang disebut masa tenang.
Terkait
dengan kampanye melalui media cetak/elektronik, Undang-undang menegaskan agar
media cetak/elektronik memberi kesempatan yang sama pada setiap pasangan calon
untuk menyampaikan tema dan materi
kampanye. Selain daripada itu pemerintah daerah juga diwajibkan memberi
kesempatan yang sama pada setiap pasangan calon untuk menggunakan fasilitas
umum.
Pengaturan lainnya tentang kampanye adalah :
a.
Pasangan calon wajib menyampaikan visi misi dan rogram secara lisan maupun
kepada masyarakat.
b.
Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan
cara sopan, tertib dan bersifat edukatif.
c.
Larangan kampanye antara lain menghasut atau mengadu domba partai politik atau
kelompok masyarakat dan menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah
daerah serta melakukan pawai arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki
atau dengan kendaraan di jalan raya.
d.
Dalam kampanye pasangan calon atau tim kampanye dilarang melibatkan PNS,
TNI/Polri sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan.
5. Pejabat negara yang menjadi calon kepala
daerah dan wakil Kepala daerah dalam melaksanakan kampanye tidak menggunakan
fasilitas yang terkait dengan jabatannya dan harus menjalankan cuti.
4. Pemungutan Suara dan
Penghitungan Suara
Pemungutan
suara adalah merupakan puncak dari pesta demokrasi diselenggarakan paling
lambat 30 hari sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir, dan dilakukan
dengan memberikan suara melalui katok suara yang berisi namor dan foto pasangan
calon di TPS yang telah ditentukan.
Dihari
ini hati nurani rakyat akan bicara, sekaligus menentukan siapakah Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah yang diinginkan untuk memimpin daerahnya dan yang akan
menentukan perjalanan daerah selanjutnya.
Pemungutan
suara ditingkat TPS dilaksanakan mulai dari jam 07.00 sampai dengan jam 13.00
waktu setempat dan pelaksanaan penghitungan suara di TPS dimulai dari jam 13.00
sampai dengan selesai yang dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon Panwas,
pemantau dan warga masyarakat.
Proses
rekapitulasi perhitungan suara dilakukan berjenjang mulai dari TPS, PPS, PPK
sampai ke KPU Kabupaten/Kota.
Apabila
Pemilihan Gubernur sampai dengan KPU Provinsi. Berita acara, rekapitulasi hasil
perhitungan suara disampaikan kepada pelaksana Pilkada bersangkutan, pelaksana
Pilkada satu tingkat di atasnya, dan juga untuk para saksi yang hadir.
Jadi,
jika proses rekapitulasi dilakukan ditingkat PPS berita acara dan rekapitulasi
itu disampaikan kepada PPS, PPK, dan para saksi pasangan calon yang hadir.
Berdasarkan berita acara dan rekapitulasi suara yang disampaikan PPK, KPU
Kabupaten/Kota kemudian menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara dan
pengumuman hasil pemilihan Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota.
Apabila Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berita acara dan rekapitulasi
penghitungan suara dari KPU Kabupaten/Kota disampaikan kepada KPU Provinsi dan
kemudian KPU Provinsi menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara dan
pengumuman hasil pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Pemungutan
suara dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan. Penetapan hari yang
diliburkan oleh Menteri Dalam Negeri untuk pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur serta untuk pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota
oleh Gubernur atas usul KPUD masing-masing.
5. Penetapan pasangan
Calon
Pasangan
calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari
50% jumlah suara sah langsung ditetapkan sebagai pasangan terpilih. Apabila
perolehan suara itu tidak terpenuhi, pasangan calon yang memperoleh suara
terbesar lebih dari25% dari suara sah dinyatakan sebagai pasangan calon
terpilih.
Dalam
hal pasangan calon tidak ada yang memperoleh 25% dari jumlah suara sah maka
dilakukan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah putaran kedua. Sesuai
dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/1808/SJ tanggal 21 Juli
2005, pelaksanaan Pilkada putaran kedua rentang waktu pelaksanaannya
dilaksanakan selambat-lambatnya 60 hari terhitung mulai tanggal berakhirnya
masa waktu pengajuan keberatan hasil penghitungan suara, apabila terdapat
pengajuan keberatan terhadap hasil penghitungan suara selambat-lambatnya 60
hari dihitung mulai tanggal adanya keputusan Mahkamah Agung/Pengadilan Tinggi
tentang sengketa hasil pemungutan suara.
Keberatan
terhadap hasil penghitungan suara merupakan kewenangan MA dan dapat
mendelegasikan wewenang pemeriksaan permohonan keberatan hasil penghitungan
suara yang diajukan oleh pasangan calon Bupati/Walikota kepada Pengadilan
Tinggi di wilayah hukum Pengadilan Tinggi yang bersangkutan.
Mahkamah
Agung atau Pengadilan Tinggi memutus permohonan keberatan pada tingkat pertama
dan terakhir, dan putusannya bersifat final dan mengikat selama 14 (em pat
belas) hari. Keberatan terhadap hasil pemilihan hanya dapat diajukan berkenaan
dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon
dan diajukan paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil akhir
pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
6. Pengesahan dan Pelantikan
DPRD
Provinsi mengusulkan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih,
selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari kepada Presiden melalui Menteri
Dalam Negeri berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpiih dari
KPUD Provinsi dan dilengkapi berkas pemilihan untuk mendapatkan pengesahan
pengangkatan.
Sedangkan
pengusulan pasangan calon Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota
selambat-lambatnya dalam waktu 3 hari DPRD Kabupaten/Kota mengusulkan pasangan
calon melalui Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri berdasarkan berita acara
penetapan pasangan calon terpiih dari KPUD Kabupaten/Kota dan dilengkapi berkas
pemilihan untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan.
Kepala
Daerah danWakii Kepala Daerah sebelum memangku jabatannya dilantik dengan
mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik Gubernur bagi
Bupati/Wakii Bupati dan Walikota/Wakil Walikota, Menteri Dalam Negeri bagi
Gubernur dan Wakil Gubernur.
Pelantikan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan di gedung DPRD dalam rapat
paripurna DPRD yang bersifat istimewa atau ditempat lain yang dipandang layak
untuk itu.
C.
Sistem politik dan Pemerintahan dalam Islam
1.
Pengertian Sistem Politik Dan Pemerintahan Dalam Islam
Bentuk
pemerintahan Islam adalah pemerintahan yang merujuk kepada syariat.
Konstitusinya tercermin dalam prinsip-prinsip Islam dan hukum-hukum syariat
yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan dijelaskan Sunnah Nabawy, baik mengenai
aqidah, ibadah, akhlak, mu’amalah maupun berbagai macam hubungan. Oleh karena
itu hukum yang berlaku harus selalu bersumber dan merujuk kepada hukum yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. Kemudian pemerintahan yang dipimpin oleh
seorang ulil amri yang dipilih oleh rakyat, untuk menjalankan tugas-tugas
kepemerintahan guna terciptanya kondisi masyarakat yang sehat (moral dan fisik)
serta sejahtera.
Konsep
pemerintahan Islam adalah sebagaimana dijelaskan dalam nash Al-Qur’an, yakni
pada surat An-Nisaa’ ayat 58-59. Bahwa pemerintahan Islam berdasarkan kepada
tiga aturan penting yakni taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Taat kepada yang
memegang kekuasaan di antara umat dan mengambalikan kepada Allah dan Rasul-Nya,
jika terjadi perselisihan dengan pihak yang berkuasa.
Definisi
Politik Menurut Islam Istilah ‘politik’ berasal dari Barat yang membawa maksud
ilmu pemerintahan negara. Dalam Islam, istilah ‘politik’ dikenali sebagai
‘siyasah’ berasal daripada perkataan Arab yaitu sasa-yasusu-siyasatan‘ Secara
literalnya jika ia digunakan pada binatang membawa arti sebagai menjaga atau menternak.
Jika ia digunakan pada manusia ia memberi arti menjaga dan mentadbir urusan
mereka. Penggunaan pertama perkatan siyasah yang bermakna ilmu pemerintahan
atau hal-ehwal pemerintahan spt yang terdapat dalam hadits. Kurdi Ali
menjelaskan bahwa keperluan bangsa-bangsa akan politik, sama dengan keperluan
manusia kepada air dan udara
Umat
Islam adalah umat pertama yang menata pemerintahan dengan cara-cara
administrasi tertulis yang sangat jelas. Bahkan, Piagam Madinah adalah
merupakan Konstitusi tertulis pertama di dunia. Dr. Muhammad Hamidullah, dalam bukunya The Prophet’s Establishing a
State and His Succession (Islamabad: Pakistan Hijra Council, 1988), menempatkan
satu bab berjudul “The First Written-Constitution in the World” untuk menyebut
Piagam Madinah. Jadi, sebelum Rasulullah saw, meskipun banyak pemikir yang
membicarakan tentang masalah politik dan kenegaraan, tetapi belum ada satu pun
negara yang memiliki Konstitusi tertulis seperti negara Madinah.[7]
2.
Nilai-nilai Dasar Sistem Politik Dalam Islam
·
mewujudkan persatuan dan kesatuan umat
(Q.S Al-Mukminun:52)
·
Keharusan Kemestian musyawarah dalam
menyelesaikan maslah-masalah ijtihadiyah (Q.S. Ash Shuraa:38, Ali-Imran:159)
·
Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan
hukum secara adil (Q.S. An-Nisa':58)
·
Keharusan menaati Allah, Rasul, dan Ulil
Amri (Q.S. An-Nisa’:59)
·
Keharusan mendamaikan konflik antar kelompok
dalam masyarakat (Q.S. Al-Hujurat:9)
·
Keharusan mempertahankan kedaulatan
negara dan larangan melakukan agresi dan invansi (Q.S. Al-Baqarah:190)
·
Mementingkan perdamaian daripada
permusushan (Q.S. Al-Anfal:61)
·
Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam
bidang pertahanan dan keamanan (Q.S.
Al-Anfal:60)
·
Keharusan menepati janji (Q.S. An-Nahl:91)
·
Keharusan mengutamakan perdamaian
bangsa-bangsa (Q.S Al-Hujurat:13)
·
Mengupayakan peredaran harta dalam
seluruh lapisan masyarakat (Q.S. Al-Hasr:7)
Dalam
wacana kontemporer, paradigma sitem politik Islam setidaknya berpusat pada 3
pokok pikiran, yakni :
1.
Kelompok pertama berpendapat bahwa Islam adalah agama yang serba lengkap yang
bukan hanya mengatur urusan ibadah manusia dengan Tuhan, melaikan juga
mengajarkan pada urusan keduniawian. Dalam hal ini, sistem politik dan
ketatanegaraan dalam Islam adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam ajaran
Islam yang wajib untuk diteladani sebagaimana Rasulullah mencontohkan di
Madinah. Beberapa tokoh yang mendukung gagasan ini seperti, Abu A’la al
Maududi.
2.
Kelompok kedua, sebagai anti tesa terhadap gagasan kelompok pertama berpendapat
bahwa Agama Islam dengan urusan politik dan ketatanegaraan adalah tidak ada
hubungannya sama sekali. Oleh karena itu, permasalahan politik dan
ketatanegaraan adalah murni hasil pemikiran manusia bukan dari ajaran agama
Islam.
3.
Kelompok ketiga, sebagai golongan yang mencoba mengakomodir pertentangan antara
kelompok pertama dengan kelompok kedua, berpandangan bahwa Islam adalah agama
yang serba lengkap yang didalamnya terdapat sistem kehidupan termasuk politik
dan ketatanegaraan, namun hanya dalam bentuk seperangkat etika dalam membangun
kehidupan politik dan bernegara.[8]
3.
Negara Khilafah Islamiyah Dalam Sistem Pemerintahan Islam
Karena
Khilafah atau negara Islam ini merupakan institusi politik, yang tidak akan
dapat diasingkan daripada aktivitas politik. Sedangkan aktivitas politik Islam
didasarkan kepada empat asas. Empat asas aktivitas politik dalam Islam, yakni
yang terdiri dari ;
Asas
Pertama; kedaulatan ditangan syara’ (As-Siyadah li As-Syar’i), kata
“kedaulatan”sebenarnya bukan berasal daripada konsep Islam. Kata tersebut
diterjemahkan kedalam bahasa Arab dengan perkataan as-siyadah. Dalam bahasa
Inggrisnya disebut sovereignty. Makna yang dikehendaki oleh lafadz tersebut
sebenarnya adalah “sesuatu yang mengendalikan dan melaksanakan aspirasi”.
(Hafidz Abdurrahman, 1998). Apabila seseorang mengendalikan dan melaksanakan
aspirasinya sendiri, maka dia menjadi hamba (abdun) sekaligus sebagai tuan
(sayyid).Apabila orang lain yang mengendalikan, maka dia menjadi hamba orang
lain. Demikian pula, apabila umat mengendalikan aspirasinya sendiri, maka umat
itu menjadi hamba sekaligus tuan bagi dirinya sendiri. Dengan kata lain,
manusia diperhambakan oleh manusia yang lain. Dengan begitu hukumnya adalah
haram, sebab, yang boleh memperhambakan manusia hanyalah Allah SWT. Islam
mengajarkan kedaulatan berada ditangan syara’, bukan berada ditangan
manusia,umat atau yang lainnya.
Asas
Kedua dari aktivitas politik di dalam Islam adalah Kekuasaan ditangan ummat
(assulthan li al-ummat). Kekuasaan ditangan ummat ini tercermin daripada
pengambilan kekuasaan yang diambil dalam Al-Hadist maupun Ijma’ sahabat, yang
semuanya dilakukan melalui bai’at, sedangkan bai’at adalah akad yang diberikan
oleh ummat kepada Khalifah.
Asas
ketiga mengenai aktivitas politik di dalam Islam adalah pengangkatan satu khalifah
untuk seluruh kaum muslimin hukumnya wajib (wujud nashbi al-khalifah al-wahid
li al-muslimin).
Asas
Keempat dari aktivitas politik di dalam Islam adalah Khalifah-lah satu-satunya
yang mempunyai hak untuk mengambil dan menetapkan hukum syara’ untuk menjadi
undang-undang (li al-khalifah wahdah haq at-tabbani).
Struktur Negara Khilafah Islamiyah dalam
Sistem Pemerintahan Islam
Sementara
itu struktur dalam Khilafah Islam adalah setiap aktivitas pemerintahan yang mempunyai
dalil syara’. Adapun setiap pemerintahan yang aktivitas serta prosedurnya tidak
didukung oleh dalil syara’secara langsung, maka ia tidak dapat dianggap sebagai
struktur. Dengan meneliti dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an, Al-Hadist
ataupun Ijma’ Sahabat dan Qiyas, maka struktur pemerintahan yang terdapat dalam
pemerintahan Islam hanya ada delapan bagian, yaitu ;
1. Khalifah
Khalifah
adalah orang yang mewakili umat dalam urusan pemerintahan dan kekuasaanserta
menerapkan hukum-hukum syara’.(Abdul Qaddim Zallum, 2002). Karena Islam telah
menjadikan pemerintahan dan kekuasaan itu milik ummat. Dalam hal ini umat mewakilkan
kepada seseorang untuk melaksanakan urusan tersebut sebagai wakilnya.
2. Mu’awin Tafwidh
(Wakil khalifah bidang pemerintahan)
Mu’awin
Tafwidh adalah seorang pembantu yang diangkat oleh Khalifah agar dia
bersama-sama dengan Khalifah memikul tanggungjawab pemerintahan dan kekuasaan.
Makadengan demikian, seorang Khalifah akan menyerahkan urusan-urusan negara
dengan pendapatnya serta memutuskan urusan-urusan tersebut dengan menggunakan
Ijtihadnya, berdasarkan hukum-hukum syara’. Mengangkat mu’awin merupakan
masalah yang dimubahkan, sehingga seorang Khalifah diperbolehkan untuk
mengangkat mu’awinnya untuk membantunya dalam seluruh tanggungjawab dan tugas
yang menyangkut dengan masalah pemerintahan. Al-Hakim dan at-Tirmidzi telah
mengeluarkan sebuah hadist dari Abi Sa’id al-Khudri yang mengatakan, bahwa
Rasulullah saw telah bersabda yang isinya; “ Dua pembantuku dari (penduduk)
langit adalah Jibril dan Mikail, sedangkan dari (penduduk) bumi ini adalah Abu
Bakar dan Umar”.
Tugas
dari Mu’awin Tafwidh adalah menyampaikan kepada Khalifah apa yang menjadi
rencananya dalam mengatur urusan-urusan pemerintahan, lalu dia melaporkan tindakan-tindakan
yang telah dia lakukan dalam mengurusi urusan tersebut kepada Khalifah,
kemudian dia melaksanakan wewenang dan mandat yang ia miliki. Maka tugas
Mu’awin Tafwidh tersebut adalah menyampaikan laporan kegiatannya serta
melaksanakannya selama tidak ada teguran atau pembatalan dari Khalifah. Seorang
Khalifah wajib mengontrol tugas-tugas serta kebijakan-kebijakan untuk mengatur
berbagai hal, yang telah dilakukan oleh Mu’awin Tafwidhnya, sehingga tidak dibiarkan
begitu saja. Dan kalau ada yang benar, Khalifah harus menerimanya. Dan kalau
ada yang salah, dia pun bisa mengetahuinya.
3. Mu’awin Tanfiz
(setia usaha negara)
Mu’awin
Tanfiz adalah pembantu yang diangkat oleh seorang Khalifah untuk membantunya dalam
masalah operasional dan senantiasa menyertai Khalifah dalam melaksanakan tugas-tugasnya
(Abdul Qaddim Zallum, 2002 : 167). Dia adalah seorang protokoler yang menjadi
penghubung antara Khalifah dengan rakyat, dan antara Khalifah dengan
negaranegara lain. Ia bertugas menyampaikan kebijakan-kebijakan dari Khalifah
kepada mereka, serta menyampaikan informasi-informasi yang berasal dari mereka
kepada Khalifah. Mu’awin Tanfiz merupakan pembantu Khalifah dalam melaksanakan
berbagai hal, namun dia bukan yang mengatur dan menjalankannya. Dia juga bukan
yang diserahi untuk mengurusi berbagai persoalan tersebut. Sehingga, tugasnya
adalah semata-mata tugas tugas administratif, bukan tugas pemerintahan.
4. Amir Jihad (panglima
perang)
Amir
Jihad adalah orang yang diangkat oleh Khalifah untuk menjadi seorang pimpinan yang
berhubungan dengan urusan luar negeri, militer, keamanan dalam negeri dan perindustrian.
Dia bertugas untuk memimpin dan mengaturnya (Abdul Qaddim Zallum,2002 : 171).
Hanya saja dia disebut dengan sebutan Amir Jihad adalah karena keempat hal
tersebut merupakan bidang yang berhubungan secara langsung dengan jihad.
5. Wullat (pimpinan
daerah tingkat I dan II)
Wullat
atau biasa disebut dengan sebutan wali adalah orang yang diangkat oleh Khalifah
untuk menjadi pejabat pemerintahan di suatu daerah tertentu serta menjadi
menjadi pimpinan di daerah tersebut (Abdul Qaddim Zallum, 2002 :209). Adapun
negeri yang dipimpin oleh Khilafah Islamiyah bisa diklasifikasikan menjadi
beberapa bagian. Masing-masing bagian itu disebut wilayah (setingkat propinsi).
Setiap wilayah dibagi lagi menjadi beberapa bagian, di mana masing-masing
bagian itu disebut ‘imalah (setingkat kabupaten). Orang yang memimpin wilayah
disebut wali, sedangkan orang yang memimpin ‘imalah disebut ‘amil atau hakim.
6. Qadhi atau Qadha
(Hakim atau lembaga peradilan)
Qadhi
atau Qadha adalah lembaga yang bertugas untuk menyampaikan keputusan hukum yang
sifatnya mengikat (Abdul Qaddim Zallum, 2002 : 225). Lembaga ini bertugas menyelesaikan
perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota masyarakat atau mencegah
hal-hal yang dapat merugikan hak masyarakat atau mengatasi perselisihan yang
terjadi antara warga masyarakat dengan aparat pemerintahan, baik Khalifah,
pejabat pemerintahan atau pegawai negeri yang lain. Qadhi sendiri dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu ; pertama, qadhi yaitu qadhi yang mengurusi
penyelesaian perkara sengketa ditengah masyarakat dalam hal mu’amalah atau
uqubat (sanksi hukum). Kedua, qadhi hisbah/muhtasib yaitu qadhi yang mengurusi
penyelesaian perkara penyimpangan yang bisa membahayakan hak jama’ah. Ketiga,
qadhi madzalim adalah qadhi yang mengurusi penyelesaian perkara perselisihan
yang terjadi antara rakyat dengan negara.
7. Jihad Idari (jabatan
administrasi umum)
Penanganan
urusan negara serta kepentingan rakyat diatur oleh suatu departemen, jawatan
atau unit-unit yang didirikan untuk menjalankan urusan negara serta memenuhi kepentingan
rakyat tersebut. Pada masing-masing departemen tersebut akan diangkat kepala
jawatan yang mengurusi jawatannya, termasuk yang bertanggungjawab secara langsung
terhadap jawatan tersebut. Seluruh pimpinan itu bertanggungjawab kepada orang
yang memimpin departemen, jawatan dan unit-unit mereka yang lebih tinggi, dari segi
kegiatan mereka serta tanggungjawab kepada wali, dari segi keterikatan pada
hukum dan sistem secara umum.
8. Majllis Ummat
Majllis
Ummat adalah majlis yang terdiri dari orang-orang yang mewakili aspirasi kaum muslimin,
agar menjadi pertimbangan Khalifah dan tempat Khalifah meminta masukan dalam
urusan-urusan kaum muslimin. Mereka mewakili ummat dalam muhasabah (kontrol dan
koreksi) terhadap pejabat pemerintahan (hukkam) (Abdul Qaddim Zallum,2002 :
69). Anggota Majllis Ummat dipilih melalui pemilihan umum, bukan dengan penunjukkan
atau pengangkatan, karena status mereka adalah mewakili semua rakyat dalam
menyampaikan pendapat mereka, sedangkan seorang wakil itu hakekatnya hanya akan
dipilih oleh orang yang mewakilkan.[9]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sistem
politik pada dasarrnya bertujuan untuk mengatur masyarakat yang membentuk suatu
negara. Baik dalam pemerintahan pusat maupun daerah. Pemerintah pusat mengatur
pemerintahan secara nasional dan mengawasi pemerintahan daerah, sedangkan
pemerintahan daerah mempunyai wewenang untuk mengurus pemerintahan dan
kepentingan masyarakat di daerah itu sendiri. Dalam sistem pemerintahan
Islam terdapat sistem khilafah islamiyah
yaitu sistem pemerintahan yang berdasarkan dalil Syara’. Di negara Indonesia
ini menerapkan Sistem demokrasi, Sistem ini sebenarnya berasal dari dunia barat.
Di Indonesia memakai sistem ini karena kaidah-kaidah sistem demokrasi yang
diambil dianggap tidak bertentangan dengan syariat agama.
B.
Saran
Selama
sistem pemerintahan tidak bertentangan dengan syariat agama dan demi
menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa maka penulis memberi saran kepada
masyarakat untuk menaati ulil amri atau pemerintah. Masyarakat jangan mudah
menciptakan gerakan separatisme untuk mendirikan negara islam, karena pancasila
sudah mencerminkan ajaran agama islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Iriawan,budi maksudi. 2012. sistem politik indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Perkasa
http://otonomidaerah.com/pengertian-otonomi-daerah/ diakses tanggal 15 oktober 2014
http://www.kpu-tangerangkota.go.id/p/pemilihan-umum-kepala-daerah-dan-wakil.html
diakses tanggal 15 oktober 2014
http://www.islampos.com/al-ahkam-al-sulthaniyah-dan-pemikiran-kenegaraan-dalam-islam-104854/
diakses tanggal 15 oktober 2014
http://sugitomuzaqi.dosen.narotama.ac.id/files/2013/12/SISTEM-POLITIK-ISLAM-Bab-13.ppt diakses tanggal 16 oktober 2014
JURNAL-ILMU-PEMERINTAHAN-BARU-KOREKSI-last_86_104.pdf
diakses tanggal 15 oktober 2014
[2] Ibid, halaman 10
[3] Ibid, halaman 17
[4] Beddy
Iriawan maksudi, sistem politik indonesia, RajaGrafindo Perkasa, 2012, hal.8
[5] http://otonomidaerah.com/pengertian-otonomi-daerah/
Diakses tanggal 15 oktober 2014
[6] http://www.kpu-tangerangkota.go.id/p/pemilihan-umum-kepala-daerah-dan-wakil.html
diakses tanggal 15 oktober 2014
[7] http://www.islampos.com/al-ahkam-al-sulthaniyah-dan-pemikiran-kenegaraan-dalam-islam-104854/
diakses tanggal 15 oktober 2014
[9]
JURNAL-ILMU-PEMERINTAHAN-BARU-KOREKSI-last_86_104.pdf diakses tanggal 15
oktober 2014